Kabar Mu Tiongkok
Temukan Kami di Sosial Media :
  • Beranda
  • Berita
  • Wawasan
  • Risalah Netizen
    • Refleksi Netizen
    • Reportase Netizen
    • Opini Netizen
    • Romadhan di Tiongkok
    • GongXi-Tiongkok
  • Aktivitas
    • School Of Journalism
    • Agenda
    • Lomba Foto >
      • form-lomba-foto
      • Poling Lomba Foto
    • Polling Puisi Favorite >
      • Puisi Favorite 2018
    • Polling
    • Lomba Ramadhan >
      • Pemenang Lomba
      • Polling Video-Favorite
  • Tamadun
    • Karya Fiksi
    • Galeri Foto
    • Karya Video
    • Karya Puisi
    • Kantin Kartini
  • Kontak Kami
  • Organisasi
  • Muhibah Ukuwah
    • NANJING >
      • Poling Lomba Foto Nanjing
      • Foto Ukuwah Nanjing
    • HANGZHOU >
      • Pooling Lomba Foto Hangzhou
      • Foto Ukhuwah Hangzhou
    • SHANGHAI >
      • Foto Ukhuwah Shanghai
  • Tiongkonomi
  • Kemitraan
    • UHAMKA - Pengantar TI
    • UHAMKA - Etika Profesi
    • UHAMKA - Digital Sistem
    • UHAMKA - Praktikum Digital

Identitas Makanan Khas “Youxiang” sebagai Falsafah Keharmonisan Muslim Tiongkok

29/5/2019

0 Comments

 
Picture
Ditulis oleh: Adhita Sri Prabakusuma
(Dosen Teknologi Pangan Universitas Ahmad Dahlan)
​(Mahasiswa Doktoral Program Sumberdaya Pangan dan Nutrisi, Yunnan Agricultural University)
“Jika Anda benar-benar ingin menemukan teman baru, pergilah ke rumahnya. Orang yang memberi Anda makan, berarti juga telah memberikan hatinya kepada Anda”
—César Cháves, Pendiri United Farm Workers
Petikan kata mutiara di atas sangat tepat untuk menggambarkan bahwa, makanan atau minuman yang tersaji di depan kita sesungguhnya tidak hanya sekedar berfungsi untuk menghilangkan rasa lapar maupun melepaskan dahaga. Tidak pula hanya memberikan manfaat dalam memenuhi kebutuhan gizi harian tubuh kita. Lebih jauh dari itu, makanan juga mampu membawa pesan tersirat kepada manusia untuk senantiasa saling menghargai, menghormati, mengekspresikan perasaan yang terpendam, hingga mengapresiasi tradisi adiluhung budaya leluhur. Dengan demikian, makanan dapat menjadi media komunikasi non-verbal yang efektif dan penuh makna universal atau pralambang untuk mengutarakan suara hati seseorang kepada orang lain. Tradisi filsafat yang sarat dengan ajaran-ajaran tersirat tersebut memang sangat kental ditemukan pada jejak-jejak historis peradaban bangsa timur, khususnya di negeri Tiongkok.

Dalam khazanah budaya bangsa Tiongkok yang telah berkembang ribuan tahun, banyak ditemui ajaran-ajaran filsafat
pralambang tersebut, khususnya dalam ragam makanan tradisionalnya. Sebagai contoh, Ma Anzhen (21) seorang pelajar Muslim suku Hui yang tinggal di Provinsi Yunnan menceritakan kepada Penulis bahwa, pada saat bulan suci Ramadan, masyarakat Muslim suku Hui seringkali menyajikan kue “Youxiang” atau juga disebut “Youbing” untuk menu berbuka puasa.

Kue tradisional ini bercita rasa manis legit, lezat, terbuat dari tepung gandum, beraroma harum, bertekstur lembut, dan penuh dengan cairan gula atau madu pada permukaannya. Pada momen-momen istimewa seperti ‘idul fitri, ‘idul adha, pesta pernikahan, hajatan sunatan, kelahiran bayi, serta peringatan hari wafatnya keluarga, makanan ini juga selalu terhidang secara khusus di meja-meja tamu. Selain itu, saat saling bersilaturahim ke sanak kerabat dan handai taulan, mereka juga menjadikan kue Youxiang sebagai primadona buah tangan. Makanan tradisional ini jelas berbeda dengan tradisi masyarakat Nusantara. Di saat Ramadan atau perayaan ‘idul fitri, yang tersaji di setiap meja makan adalah ketupat sayur, lontong opor, rendang, gulai, telur balado, sate, dan sebagainya. Ya, seperti kata pepatah, “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.” Setiap bangsa memang mempunyai ciri khasnya masing-masing yang unik, secara khusus dalam aneka rupa makanannya.

Dilansir dari https://www.sina.com.cn/ dalam artikel yang diterjemahkan dengan judul Youxiang Suku Hui, dijelaskan bahwa, masakan tradisional ini sebenarnya terinspirasi dari latar belakang sejarah pasca hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M. Pada saat itu, Rasulullah diundang oleh Abu Ayyub Al-anshari untuk tinggal dan dijamu di rumahnya. Abu Ayyub dan istrinya menyediakan makanan yang lezat untuk Rasulullah dan para sahabat muhajirin, salah satunya roti goreng yang harum dan lezat. Pada saat Islam mulai menyebar dari Timur Tengah ke Asia Timur melalui Jalur Sutera, khususnya ke daratan Tiongkok pada masa Dinasti Tang sekitar tahun 651 M, banyak masyarakat Muslim dari Timur Tengah menikah dengan Suku Han dan membentuk suku baru bercorak Islam bernama Huihui. Suku Huihui ini kemudian mewarisi tradisi memasak makanan dengan bahan baku tepung seperti yang lazim dilakukan oleh masyarakat Muslim di Timur Tengah. Salah satu makanan khas yang istimewa adalah roti goreng yang beraroma harum atau dinamai Youxiang 油香. Tradisi makanan khas ini lalu menyebar luas ke penjuru daratan China bersamaan dengan penyebaran Islam hingga masa-masa dinasti setelahnya. Tradisi leluhur yang masih bertahan ribuan tahun tersebut diwariskan secara turun-temurun hingga hari ini sebagai salah satu identitas suku Hui Muslim.

Youxiang ini terbuat dari bahan-bahan utama, antara lain air, tepung, garam,
baking powder, minyak nabati, telur, susu segar, dan tambahan vanilla. Dengan bahan baku tersebut, dapat dibuat Youxiang yang lezat. Beberapa bahan tambahan makanan juga dapat dipilih sesuai dengan selera atau ciri khas kearifan lokal. Bahan tambahan tersebut terutama berupa gula merah, madu, tepung kedelai harum, bubuk daun mint, dan isian daging. Youxiang mempunyai berbagai varian rasa, yaitu Youxiang biasa, Youxiang manis, Youxiang dengan isi daging yang disebut sebagai Xiangqi 香气 atau Xiangxiangguo 香香锅. Saat proses pembuatan Youxiang, masyarakat suku Hui menerapkan suatu teknik memasak yang cukup unik yang disebut sebagai “tiga cahaya” san-guang 三光, yaitu dengan memperhatikan “cahaya permukaan” mian-guang 面光, “cahaya tangan” shou-guang 手光, dan “cahaya baskom” pen-guang 盆光. Artinya, agar Youxiang yang dihasilkan bercitarasa sempurna maka, adonan harus cerah, tangan tidak tertutup banyak tepung yang menempel (kalis), serta bagian dalam dan luar baskom harus bersih.​


Picture
​Gambar 1. Proses Penggorengan Youxiang.
Adonan utama tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa adonan kecil. Setiap adonan kecil dipotong menjadi bagian kecil dengan diameter sekitar +10 cm dan ketebalan sekitar 1 cm. Panas yang digunakan dalam proses penggorengan tidak boleh terlalu besar dan suhu minyak tidak boleh terlalu tinggi. Dalam teknik menggoreng Youxiang, ada pepatah suku Hui yang mengatakan “Jika minyak lambat panas, kedua belah sisi menjadi cerah. Jika minyak terlalu cepat panas, hasilnya akan tidak cerah” “慢火炸油香,两面都发亮”、“爆油炸油香,里生皮焦不发亮”. Umumnya, ketika orang suku Hui sedang menggoreng Youxiang, mereka akan meminta orang tua atau orang yang lebih berpengalaman untuk datang membantu mengecek penggorengannya di dalam panci. Ada hal menarik lagi dalam proses memasak Youxiang ini, yaitu sebelum memasak sebaiknya mengambil air wudhu untuk menjaga diri tetap suci. Beberapa daerah di Provinsi Yunnan masih memegang teguh prinsip ini, salah satunya di kota Shadian, Zhaotong, Dali, Qujing, dan sebagian tempat di Kunming. Pada saat memakannya pun juga ada tradisi yang khas, yaitu menggigit dan mengunyahnya sedikit demi sedikit. Hal ini mengajarkan kepada masyarakat suku Hui bahwa, dalam ajaran Islam, saat melakukan sesuatu tidak boleh buru-buru dan terbawa nafsu yang serakah.
Picture
​Gambar 2. Youxiang yang Telah Matang dengan Varian Ukuran Besar.
Menurut masyarakat suku Hui, Youxiang ini mempunyai makna yang sangat mendalam, yakni sebagai suatu metafora kemurnian iman seorang Muslim yang menjadi kebutuhan esensial dalam hidup “日常生活之必备”. Selain itu, Youxiang juga simbolisasi perasaan kasih sayang yang dilambangkan dengan rasa manis. Selanjutnya, perasaan penuh kehangatan, harapan mulia, dan kekeluargaan yang direpresentasikan dengan perlambangan karakteristik kue yang hangat. Tidak lupa, rasa damai dan harmonis yang dilambangkan dengan tekstur lembut sebagai ciri khas makanan berbahan dasar gandum. Terakhir, rasa kedekatan dan persatuan yang dilambangkan dengan tekstur yang lengket karena gula cair mengkilat yang melumasi bagian permukaan luar kue. Yang tak kalah lebih penting lagi adalah makanan khas ini disajikan maupun dibagi-bagikan di perhelatan acara-acara perayaan keagamaan yang sakral dan penuh makna spiritual. Makanan khas ini menjadi tradisi identitas dan perwujudan simbolik suku Hui Muslim sebagai entitas yang mencintai perdamaian, humanis, dan selaras dengan perubahan zaman. [adh]
0 Comments



Leave a Reply.

    Picture

    Wawasan

    Memuat berbagai artikel penting dalam ketegori : Keumatan, Kemuhammadiyahan dan Kebangsaan.

    Archives

    December 2020
    October 2020
    September 2020
    August 2020
    October 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    May 2018
    December 2017
    July 2017
    May 2017
    April 2017

    Categories

    All
    Kajian Muslimah Wuhan
    Kebangsaan
    Kemuhammadiyahan
    Keumatan
    Muhammadiyah Nanjing
    Muhammadiyah Shanghai
    Muhammadiyah Tiongkok
    Muhammadiyah Wuhan
    PCIMT Shanghai
    PCIMT Wuhan

    RSS Feed

    Didukung Oleh BPTI UHAMKA

BERANDA
BERITA     
WAWASAN
  

REPORTASE NETIZEN
​OPINI NETIZEN
AGENDA
GALERI
POLING ARTIKEL FAVORITE
Flag Counter
Picture
​

PCIM TIONGKOK
kabarmutiongkok.org
Di Dukung Oleh BPTI UHAMKA