
Bagi umat muslim di seluruh penjuru dunia, bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Bulan ini adalah bulan ujian untuk meningkatkan spiritualitas berupa kesabaran dan kerendahan hati. Di bulan ini, segala pahala dari amal ibadah yang kita lakukan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Bagi orang lain mungkin Ramadhan tahun ini sama seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, bagi sebagian yang lain Ramadhan kali ini terasa sangat berbeda. Bagi para mahasiswa yang sedang merantau demi menuntut ilmu jauh ke luar negeri akan merasakan perbedaan tersebut. Terutama yang sedang merantau di Republik Rakyat Cina atau Tiongkok, serta khususnya bagi mahasiswa Indonesia yang berada di kota Zhengzhou- Provinsi Henan.
Sebagaimana diketahui, Tiongkok adalah negara yang menganut ideologi politik Komunisme-Maoisme. Meskipun secara ekonomi negara ini menganut sistem kapitalisme, namun sentuhan tangan besi yang otoriter masih terasa dalam kontruksi politik dan kemanan. Sebagai muslim yang tinggal di negara mayoritas Non-Muslim seperti ini, tentu saja merasakan banyak perbedaan. Terlebih ketika menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan, tak akan merasakan hiruk pikuk suasana spiritual bulan ini seperti yang biasanya dijumpai di Indonesia.
Bagi orang lain mungkin Ramadhan tahun ini sama seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, bagi sebagian yang lain Ramadhan kali ini terasa sangat berbeda. Bagi para mahasiswa yang sedang merantau demi menuntut ilmu jauh ke luar negeri akan merasakan perbedaan tersebut. Terutama yang sedang merantau di Republik Rakyat Cina atau Tiongkok, serta khususnya bagi mahasiswa Indonesia yang berada di kota Zhengzhou- Provinsi Henan.
Sebagaimana diketahui, Tiongkok adalah negara yang menganut ideologi politik Komunisme-Maoisme. Meskipun secara ekonomi negara ini menganut sistem kapitalisme, namun sentuhan tangan besi yang otoriter masih terasa dalam kontruksi politik dan kemanan. Sebagai muslim yang tinggal di negara mayoritas Non-Muslim seperti ini, tentu saja merasakan banyak perbedaan. Terlebih ketika menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan, tak akan merasakan hiruk pikuk suasana spiritual bulan ini seperti yang biasanya dijumpai di Indonesia.
Di kota Henan terdapat muslim asli keturunan Tiongkok. Di negeri Tirai bambu ini, penduduk yang beragama Islam biasanya barasal dari suku Hui(回族). Mereka kebanyakan datang dari daerah Lan Zhou (兰州), sebuah wilayah yang dimana penduduknya mayoritas adalah muslim Tiongkok. Beberapa dari mereka membuka warung makan dengan lebel Halal. Sehingga untuk mencari makanan Halal di kota ini tidak terlalu sulit.
Nuansa Ramadhan di Indonesia jelas berbeda dan tidak bisa dibandingkan dengan suasana Ramadhan di Zhengzhou. Bisa dikatakan tak ada yang spesial disini, bulan Ramadhan tidak menciptakan pembeda antara hari-hari sebelumnya. Tidak akan terasa kentalnya “rasa” Ramadhan. Tidak akan terdengar suara adzan yang menyejukkan, suara tadarus Al-Quran yang biasa terdengar semarak, atau majlis takjil khas Ramadhan yang dapat dengan mudah ditemukan di tanah air.
Walaupun terdapat orang-orang muslim di kota ini, akan tetapi akan sulit untuk sering dijumpai. Tetap saja kita akan merasakan perbedaan dan tantangan dalam menjalankan ibadah puasa di tengah masyarakat yang kebanyakan tidak mengenal puasa. Pertama, kita akan dengan mudah menjumpai toko-toko, warung makan, dan restauran yang tidak berhenti beroperasi untuk sementara atau “menyembunyikan diri”. Sehingga ketika berpuasa di siang hari yang terik seperti tahun ini, kita akan tergoda dengan minuman dan makanan yang tanpa sengaja kita lihat terpampang di etalase. Selanjutnya, menjumpai banyak orang yang tak berpuasa dengan bebas merdekanya melepas dahaga di sekitar kita merupakan tantangan tersendiri yang harus kita hadapi.
Kedua, tantangan yang cukup berat untuk menjalankan ibadah puasa pada tahun ini adalah lama durasinya berpuasa. Di musim panas dimana suhu udara pada siang hari dapat mencapai sekitar 39-45 derajat celcius ini, para muslim akan berpuasa selama sekitar 16 jam. Puasa akan dimulai sejak pukul 3.30 sampai masuk waktu maghrib yang baru akan tiba setelah pukul 19.33. Bagi mahasiswa Indonesia yang biasanya berpuasa sekitar 12 jam lamanya, tentu mereka akan merasakan keberatan. Oleh karena itu kita diharuskan untuk mempersiapkan diri secara fisik guna menjalani Ramadhan kali ini dengan lebih ekstra. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbanyak minum air putih pada malam hari, serta berbuka dan bersahur dengan makanan sehat yang akan menutrisi tubuh selama menjalankan ibadah puasa di siang hari.
Tantangan yang ketiga, dikarenakan oleh jumlah muslim yang tidak terlalu besar di kota ini membuat Masjid menjadi sulit ditemui. Beruntung terdapat masjid terdekat yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit dengan naik bus. Walaupun masjid ini tak seluas dan semegah masjid di Indonesia, namun hal tersebut sudah cukup mengobati kerinduan akan hangatnya rumah Allah. Kehadirannya dapat menjadi tempat untuk beritikaf selama bulan ramadlan, menggantikan tempat beritikaf yang biasa kita lakukan selama di Indonesia sebelumnya. Meskipun suasana tersebut sangat berbeda. Namun, setidaknya kita akan merasakan masih adanya atmosfer Ramadhan di sekitar kita.
Berpuasa di negeri yang jauh berbeda dengan Indonesia tentu banyak rintangan di depan mata yang harus dihadapi. Namun, Ramadhan kali ini tentu akan sangat berbeda dan penuh makna. Disini kita merasakan bagaimana rasanya menjadi minoritas. Memperjuangkan apa yang kita yakini akan membuat kita berusaha untuk beradaptasi dengan hal-hal yang tidak biasa. Ramadhan kali ini sangat berbeda, namun tetap istimewa. Semoga melalui Ramadhan ini kita dapat meningkatkan kualitas iman dan takwa kita kepada Allah, dalam rangka menjadi muslim yang memberikan pengaruh dan teladan baik, serta menebarkan kedamaian di sekitar kita.
Nuansa Ramadhan di Indonesia jelas berbeda dan tidak bisa dibandingkan dengan suasana Ramadhan di Zhengzhou. Bisa dikatakan tak ada yang spesial disini, bulan Ramadhan tidak menciptakan pembeda antara hari-hari sebelumnya. Tidak akan terasa kentalnya “rasa” Ramadhan. Tidak akan terdengar suara adzan yang menyejukkan, suara tadarus Al-Quran yang biasa terdengar semarak, atau majlis takjil khas Ramadhan yang dapat dengan mudah ditemukan di tanah air.
Walaupun terdapat orang-orang muslim di kota ini, akan tetapi akan sulit untuk sering dijumpai. Tetap saja kita akan merasakan perbedaan dan tantangan dalam menjalankan ibadah puasa di tengah masyarakat yang kebanyakan tidak mengenal puasa. Pertama, kita akan dengan mudah menjumpai toko-toko, warung makan, dan restauran yang tidak berhenti beroperasi untuk sementara atau “menyembunyikan diri”. Sehingga ketika berpuasa di siang hari yang terik seperti tahun ini, kita akan tergoda dengan minuman dan makanan yang tanpa sengaja kita lihat terpampang di etalase. Selanjutnya, menjumpai banyak orang yang tak berpuasa dengan bebas merdekanya melepas dahaga di sekitar kita merupakan tantangan tersendiri yang harus kita hadapi.
Kedua, tantangan yang cukup berat untuk menjalankan ibadah puasa pada tahun ini adalah lama durasinya berpuasa. Di musim panas dimana suhu udara pada siang hari dapat mencapai sekitar 39-45 derajat celcius ini, para muslim akan berpuasa selama sekitar 16 jam. Puasa akan dimulai sejak pukul 3.30 sampai masuk waktu maghrib yang baru akan tiba setelah pukul 19.33. Bagi mahasiswa Indonesia yang biasanya berpuasa sekitar 12 jam lamanya, tentu mereka akan merasakan keberatan. Oleh karena itu kita diharuskan untuk mempersiapkan diri secara fisik guna menjalani Ramadhan kali ini dengan lebih ekstra. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbanyak minum air putih pada malam hari, serta berbuka dan bersahur dengan makanan sehat yang akan menutrisi tubuh selama menjalankan ibadah puasa di siang hari.
Tantangan yang ketiga, dikarenakan oleh jumlah muslim yang tidak terlalu besar di kota ini membuat Masjid menjadi sulit ditemui. Beruntung terdapat masjid terdekat yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit dengan naik bus. Walaupun masjid ini tak seluas dan semegah masjid di Indonesia, namun hal tersebut sudah cukup mengobati kerinduan akan hangatnya rumah Allah. Kehadirannya dapat menjadi tempat untuk beritikaf selama bulan ramadlan, menggantikan tempat beritikaf yang biasa kita lakukan selama di Indonesia sebelumnya. Meskipun suasana tersebut sangat berbeda. Namun, setidaknya kita akan merasakan masih adanya atmosfer Ramadhan di sekitar kita.
Berpuasa di negeri yang jauh berbeda dengan Indonesia tentu banyak rintangan di depan mata yang harus dihadapi. Namun, Ramadhan kali ini tentu akan sangat berbeda dan penuh makna. Disini kita merasakan bagaimana rasanya menjadi minoritas. Memperjuangkan apa yang kita yakini akan membuat kita berusaha untuk beradaptasi dengan hal-hal yang tidak biasa. Ramadhan kali ini sangat berbeda, namun tetap istimewa. Semoga melalui Ramadhan ini kita dapat meningkatkan kualitas iman dan takwa kita kepada Allah, dalam rangka menjadi muslim yang memberikan pengaruh dan teladan baik, serta menebarkan kedamaian di sekitar kita.