Fiqh Wanita “DARAH”
Pembahasan kali ini mendapat antusias dari para peserta yang hadir karena tema inilah merupakan rutinitas yang dialami semua wanita. Banyak dari peserta yang masih belum mengetahui secara detail apa yang harus dilakukan ketika mengalami haid dan apa yang dilarang ketika sedang haid. Ustadzah dr.Ferihana Ummu Sulaym sebagai pemateri menyampaikan beberapa hal mengenai tema kali ini antara lain:
Pertama, ciri-ciri darah haid adalah berwarna merah kehitaman, memiliki bau yang khas (bau busuk, amis), darah haid lebih kental / bergumpal seperti jelly, dan memiliki masa waktu (ada yang 1 bulan sekali, 2 bulan sekali, 3 bulan sekali, 14 hari sekali, dll). Ciri-ciri tersebut dapat dijadikan patokan untuk mengetahui apakah darah yang keluar dari farji seorang muslimah itu adalah darah haid atau bukan.
Kedua, larangan saat wanita haid adalah sholat, puasa, tawaf, dan melakukan hubungan suami istri (jima). Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.”(QS. Al-Baqarah:222).
Mengenai membaca Al-Qur’an ketika haid sebagian ulama ada yang tidak memperbolehkan dan ada yang memperbolehkan (ada yang memperbolehkan membaca mushaf yang ada terjemahannya, ada yang memperbolehkan memegang mushaf dengan sarung tangan). Selain itu mengenai masuk masjid ketika sedang haid (diperbolehkan masuk masjid, tetapi tidak diperbolehkan mengotori masjid).
Ketiga, darah istihadhah (darah yang keluar dari farji wanita di luar waktu haid). Untuk ciri-ciri dan hukum darah istihadhah adalah selain yang disebutkan pada darah haid. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata yang artinya “Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk mengikuti kebiasaan haid (sebagai patokan), kalau tidak punya kebiasaan, maka melihat pada perbedaan warna darah (tamyiz), jika tidak bisa membedakan, maka melihat pada kebiasaan wanita pada umumnya yaitu enam atau tujuh hari. Walllahu a’alam.
Keempat, darah nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan, untuk darah-darah yang keluar sebelum melahirkan bukan darah nifas, jadi masih diwajibkan untuk sholat.
Pertanyaan kedua, sebelum menikah, masa waktu haid 7 sampai 10 hari, setelah menikah hanya 3 hari, apakah hal tersebut normal? Jawab, tidak apa-apa, karena memang terjadi perubahan pada haid sebelum dan sesudah menikah.
Pertanyaan ketiga, apakah pembalut yang telah digunakan harus dicuci, dan apakah jika tidak dicuci maka akan menjadi media makanan setan? Jawab, jika memang ingin dicuci tidak apa-apa dan jika tidak dicuci pun tidak apa-apa (yang penting pembalut yang telah digunakan dibungkus rapi sebelum dibuang).
Pertanyaan keempat, misalnya seorang wanita haid pada pukul 2 siang, tetapi dia belum melaksanakan sholat dzuhur, jadi apa hukumnya untuk sholat dzuhur yang belum dikerjakannya? Jawab, harus mengganti sholat dzuhur tersebut setelah masa haid berakhir.
Pertanyaan kelima, bagaimana hukumnya darah nifas pada wanita apabila wanita tersebut kegugran? Jawab, keguguran bukan termasuk darah nifas, darah ketika keguguran termasuk darah istihadhah.
Pertanyaan keenam, apakah terdapat hukum untuk keramas pada saat haid, dan dalam segi kedokteran , apakah juga terdapat pengaruhnya? Jawab, tidak ada masalah jika keramas pada saat haid, dan tidak ada masalah juga untuk hal medisnya.
Pertanyaan ketujuh, bagaimana hukum sholat ketika sedang keputihan? Jawab, cukup dibersihkan dan sholat seperti biasa, ketika sedang keputihan disarankan menggunakan pentiliner, untuk mengurangi keputihan disarankan menghindari menggunakan pakaian dalam yang lembab,
Setelah sesi tanya jawab berakhir, kemudian kegiatan penyampaian materi ditutup oleh dr. Ferihana Ummu Sulaym.
Kegiatan selanjutnya adalah sholat ashar berjamaah, dilanjutkan dengan bersama-sama membaca Al-Qur’an. Halaqah Akhwat ditutup dengan pembacaan do’a oleh Ustadzah Nalini Nusantika. "Semoga apa yang telah disampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, dapat menjadi tabungan amal kita kelak diakhirat dan kedepannya dapat melaksanakan kegiatan seperti ini dengan lebih baik" pesan Nalini Nusantika menutup acara.
Nashrun Minallah wa Fathun Qarib
Elmy Nur Azizah, (Mahasiswa Master, Jurusan Business Administration, Beijing University Chemical of Technology-Beijing / Bendahara Umum PCIMT-Regional Beijing)