Kabar Mu Tiongkok
Temukan Kami di Sosial Media :
  • Beranda
  • Berita
  • Wawasan
  • Risalah Netizen
    • Refleksi Netizen
    • Reportase Netizen
    • Opini Netizen
    • Romadhan di Tiongkok
    • GongXi-Tiongkok
  • Aktivitas
    • School Of Journalism
    • Agenda
    • Lomba Foto >
      • form-lomba-foto
      • Poling Lomba Foto
    • Polling Puisi Favorite >
      • Puisi Favorite 2018
    • Polling
    • Lomba Ramadhan >
      • Pemenang Lomba
      • Polling Video-Favorite
  • Tamadun
    • Karya Fiksi
    • Galeri Foto
    • Karya Video
    • Karya Puisi
    • Kantin Kartini
  • Kontak Kami
  • Organisasi
  • Muhibah Ukuwah
    • NANJING >
      • Poling Lomba Foto Nanjing
      • Foto Ukuwah Nanjing
    • HANGZHOU >
      • Pooling Lomba Foto Hangzhou
      • Foto Ukhuwah Hangzhou
    • SHANGHAI >
      • Foto Ukhuwah Shanghai
  • Tiongkonomi
  • Kemitraan
    • UHAMKA - Pengantar TI
    • UHAMKA - Etika Profesi
    • UHAMKA - Digital Sistem
    • UHAMKA - Praktikum Digital

Wuhan Berkebun (l)

31/5/2017

2 Comments

 
Picture
​Oleh : Lika Kurnia Asri (Warga Negara Indonesia yang tinggal di kota Wuhan).

​Tinggal di apartemen lantai 10 dengan space terbatas tidak jadi alasan untuk tidak memanfaatkan lahan. Kali ini tempat jemuran saya bagi kemanfaatannya untuk membuat ‘kebun’ mini organik.
 
Saya tinggal di Jiufeng, 30 menit dari kampus HUST (Huazhong University of Science and Technology), tempat suami saya belajar. Pemukiman ini posisinya di ring 3 kota Wuhan, teman senior bilang : Wuhan coret, hehe..

Tapi kelebihan Jiufeng ini adalah benar-benar diperuntukkan sebagai pemukiman, bagai kota dalam kota. Fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, pasar, super market, kantor polisi, bahkan kantor imigrasi (kebetulan) ada di Jiufeng ini. Belum lagi letak geografisnya yang banyak lahan kosong dan juga bukit, menambah kesan alami ‘belum terjamah’ hiruk pikuk kota.
 
Disini lahan kosong banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk berkebun. Rata-rata mereka adalah orang tua, biasanya rutinitas mereka setiap pagi mengunjungi ‘kebun buatan’ mereka. Ada yang berjalan kaki ada pula yang naik bus karena letak kebunnya yang agak jauh. Tak lupa caping & ‘peralatan tempurnya’ juga dibawa, seperti : cangkul panjang, garu mini, ember, arit, dan kadang gunting. Beranjak siang mereka pulang.


Read More
2 Comments

“I am Moeslem” (我是穆斯林)

29/5/2017

49 Comments

 
Picture
​© Oleh Al-Zuhri, avonturir ilmu yang hobi menulis, desain grafis, fotografi, dunia model, ekskursi, bermain musik, berolahraga, juga penggalak seni.

​
“Pahatan kata di bawah ini eksplanasi kisah seorang mujahid ilmu di rantau tak bertuan. Bak tanah yang masih basah, bak rumput yang tak sepanjang galah, bak kemarau yang tak kunjung sudah, begitulah gundah senang merona dirasa di perantauan orang dengan harapan pulang membawa sekeranjang berkah bukan sampah. Butiran perjalanan hidup beliau tuangkan dalam tulisan-tulisan sederhana yang penuh makna dengan niat berbagi pengalaman untuk saudara-saudara seiman di dunia yang tak bertangkai semoga jadi sedekah. Selamat membaca !

​TAK mudah bagi seorang perantau pemula menata diri agar sedikit terbiasa berbagai pola yang sedikit lazim. Beberapa hari awal berlalu di Tiongkok membiarkan saya mengenal lumayan banyak persona berharap itu dapat mempertajam bahasa yang masih kusut. Keramahan sapa membuat orang-orang sering mengajak untuk gabung atau hanya sekedar berdialog ringan.
​
Suatu siang di hari minggu, tetangga kamar mengajak hangout untuk sekedar refreshing atau untuk lebih jauh mengenal Wuhan, kota yang baru saja beberapa hari ketika itu saya injak. Saya menolak karena ketika itu sedang menjalani puasa sunat arafah dan saya juga tahu jika salat di luar sana susah untuk memperoleh air dan tempat yang suci. Akan tetapi alasan saya ketika itu ia patahkan satu persatu, hingga membuat saya merasa tak enak jika tidak menerima ajakan tersebut. “Sobat, kalian bakalan susah nantinya kalau saya ikut, sebab saya seorang muslim yang akan salat disetiap waktunya tiba”, ucap saya coba menjelaskan. “Gampang tuh, kan sesekali gak salat gak pa pa, nanti tinggal minta maaf saja sama Tuhan, toh Tuhan Maha Pemaaf”, pungkasnya. Saya spontan terperanjat kaget. Pasalnya, kami saling memiliki keyakinan berbeda. Dalam pemahaman dia mungkin seperti itu tapi tidak dengan saya. Terasa sulit ketika itu untuk melanjutkan perbincangan yang lebih jauh butuh waktu yang benar-benar bagus dan matang. Saya tidak ingin terlihat terlalu keras diawal perkenalan ini, semua itu butuh waktu perlahan yang akan mengurai segalanya pikir saya.

Read More
49 Comments

Kaki Made In China

27/5/2017

5 Comments

 
Picture

​Oleh : Lika Kurnia Asri (Warga Negara Indonesia yang tinggal di kota Wuhan).

​Siapa yang tak kenal China? Negeri berpenduduk besar, daratan yang luas, terlabeli ahli menduplikasi, dan rakyatnya yang menyebar di seluruh dunia.

Kesan pertama saya tentang negara ini adalah 'penuuuh'..! Apa karena setibanya di bandara Guangzhou terkoneksi dengan subway pada waktu itu di jam manusia sibuk ya ? Rasanya saat itu bagai pasar tanah abang di bulan Ramadhan yang sesak, berdumpelan. Pun setelah keluar dari subway, saya belum pernah melihat orang-orang sibuk sebanyak itu selain kalau kita mau mudik Lebaran di Indonesia. Lalu lalang orang bawa koper dan beragam tentengan yang ‘seabreg’, baik diangkat atau pakai troley seret. Luar biasa sibuk lalu lalang mereka.

Setibanya di kota Wuhan, lagi-lagi pemandangan yang sama di subway terulang seperti di Guangzhou. Belum lagi rute stasiun yang berkelok-kelok, naik turun, seperti tak berujung.. Apakah memang hal ini disengaja? Untuk mengantisipasi membludaknya manusia disatu tempat? jadi rute dibuat 'menantang'. Yang takjubnya lagi, manula disini berfisik kuat, bagai manula didesa yang giat bekerja. Ditempat saya tinggal di Indonesia dulu, Bandung-BSD, rasanya hanya satu atau dua orang saja manula yang berfisik sama seperti di China. Sisanya seperti yang kita anggap 'normal' di Indonesia. Manula itu identik dengan dipapah, terbaring lemah, hanya dirumah, dan berbagai keadaan lainnya bila kita temui ‘manula kota’ di Indonesia, kalau toh masih ada yang bisa berjalan tapi jalannya sudah sangat lambat.

Satu bulan awal tinggal di Wuhan dengan berbagai aktivitas para pendatang baru, mengurus surat menyurat, mencari tempat tinggal, beli perabotan, ngurus kesehatan, belum lagi pindahan dari kampus ke pemukiman.. ternyata kaki saya 'menyerah'. Kaki saya pernah drop, sampai susah diajak jalan, nyeri.. Bagai seseorang yang tidak pernah berolah raga mengikuti pertandingan marathon. Kalah.
Disini orang-orangnya terbiasa jalan kaki, dan disupport pemerintah yang memiliki rakyat banyak, namun disatu sisi ingin menciptakan ketertiban serta kenyamanan yang harus dirasakan rakyatnya (yang banyak itu), maka tata letak kota dibuat berjauhan. Satu akses ke akses lain 'penuh perjuangan', kalau dijakarta satu akses ke akses lain itu sebenarnya dekat, macetlah yang membuat lama. Tapi di Wuhan, rasanya jauh bagi saya. Mungkin 'jauh' itu karena selain jarak ada rasa lelah dari berjalan kaki untuk mencapai akses yang kita tuju.

Di sini rakyat yang tidak punya kendaraan 'dipaksa' berjalan untuk mendapatkan fasilitas transportasi. Tidak jarang dari tempat tinggal ke halte bus, menempuh jalan yang lumayan, belum lagi ketika bus datang dan calon penumpangnya banyak, pasti saling rebutan. Hanya saja positifnya disini masih relatif lebih baik dalam penerapan aturan misalnya memberikan prioritas tempat duduk kepada manula, wanita hamil, dan yang punya anak. Respon mereka cenderung lebih cepat dibanding di Indonesia, ketika menemukan tiga jenis orang yang terkategori mendapat prioritas tempat duduk, baik di bus maupun kereta.
​
Kembali ke masalah kaki.. Gampangnya kalau saya analogikan, kaki 'made in' China ini bagaikan kaki orang pedesaan di Indonesia, yang benar-benar desa, yang masih belum banyak orang punya kendaraan bermotor, yang jelas terbiasa berjalan kaki, karena konsep 'dekat' mereka adalah 'jauh' bagi orang kota yang biasanya. Ke warung, ke pasar, antar anak sekolah didepan gerbang komplek rumah, ke masjid, cari tukang sayur didalam komplek, semuanya pasti berkendara.. Dalam hal ini, kaki kita 'kalah' kuat dengan kaki 'made in' China.
​
Itulah wajar mengapa mungkin salah satu penyebab manula mereka memiliki tingkat harapan hidup yang tinggi karena faktor kebiasaan disini, berjalan kaki. Olah raga rutin yang dilakukan mereka setiap hari. Dan di sini saya jarang menemui pemuda maupun orang tua yang gemuk atau overwight, mungkin berjalan jalan kaki juga ampuh dalam menggempur lemak ditubuh, terlebih mereka lakukan setiap hari. Belum lagi kebiasaan lainnya, yang setiap magrib hingga jam 20.00 atau 21.00an, segrombolan wanita/ibu-ibu dalam kelompok-kelompok yang tersebar, baik dijalan, ditaman, diselasar, dipemukiman, bahkan dipasar, mereka menari dengan membawa sound sistem sendiri. Menari menjadi agenda rutin selain berjalan kaki, ampuh menjaga tubuh mereka sehat dan ideal.
​
Inilah salah satu pelajaran yang saya ambil dari negeri ini terkait 'kehebatan' kaki mereka dibading kita yang mungkin perlu kita contoh, terlebih dampaknya bagi kesehatan untuk jangka panjang. Membiasakan menggunakan kaki kemanapun pergi manfaatnya banyak untuk kesehatan. Budaya berjalan kaki ini mungkin juga ampuh dalam memerangi kemacetan diberbagai kota besar yang tak jarang pengguna kendaraan tidak optimal, satu mobil hanya berisikan satu orang, atau para pengguna motor yang paling banyak. Bila budaya berjalan kaki ini dibarengi dengan menciptakan tata kota terutama transportasi umum yang tertib, aman, dan nyaman, maka ada beberapa PR yang bisa dikurangi : kemacetan, polusi udara, penggunaan BBM jadi minimal, Efek rumah kaca terminimalisir, obesitas tertangani, sehat, dan usia harapan hidup yang panjang. Jadi sudah siapkah kita berjalan kaki hari ini? #LI4PS​

5 Comments

"Guruku Mengunduh Nilai Islam"

25/5/2017

2 Comments

 
Picture
Oleh : Joko Pilianto Mahasiswa Program S2 Zhejiang University Hangzhou

​Musim dingin berlahan mulai meninggalkan Januari, musim semi pun datang ditandai mekarnya bunga tulip yang menghampar luas di taman-taman sekitar kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Hal itu menandakan semester baru akan siap untuk di mulai. Jadwal kuliah semester baru sudah di pajang di mading kampus "begitupun ujar teman saya dari Jerman". 

Kami segera melihat jadwal kuliah setelah saya lihat jadwal kuliah saya tidak bagus tidak seperti semester sebelumnya. Saya memiliki kelas di hari jum'at pada waktu siang hari sampai sore secara otomatis saya tidak bisa menunaikan sholat jum'at, setelah mengetahui hal itu muka saya menjadi datar, sentak teman saya dari jerman "Kenapa kamu Lian, sepertinya kamu tidak suka dengan jadwal kuliah kali ini". Jawab saya "benar saya tidak bahagia dengan jadwal baru ini " . 

Padahal hari jum'at adalah hari-hari yang saya tunggu . Di mana di hari jum'at saya dapat berkumpul dengan mahasiswi Muslim dari Indonesia Kususnya yang ada di hangzhou. Kami selalu bercengkerama selesai shalat Jum'at dan tidak jarang makan bersama-sama di kantin halal yang berjejer rapih  di samping masjid sampil berbicara ringan dan bertegur sapa (bagaimana kabarnya, bagaimana kuliahnya ) pertanyaan sederhana yang Insa Allah menambah keakraban dalam bersaudara . menurut saya hari Jum'at  dapat mengobati rindu kampung halaman. Walaupun perjalanan menuju masjid memerlukan waktu 1 jam perjalanan dalam Bus tak terasa.


Hari senin mulai pengenalan semester baru di situlah Laoshi atau guru memberikan gambaran terkait kuliah semester ini.
Di sela-sela pemaparan oleh guru saya ingin memaparkan terkait jadwal kuliah hari jumat untuk di ganti tapi perasaan takut ada pada diri saya. Untungnya dikelas saya ada bebepra mahasiswa yang saya kira dia muslim ternyata benara dia dari Yaman dan Arab namanya Aiman (艾门) dan Mawei adalah teman semester lalu kami juga sering perjumpa di masjid. Saya mencoba berdiskusi dengan teman saya tadi terkait pengantian jadwal, kami tidak ingin menyakiti hati teman-teman kelas kami, hanya karena kami mereka harus mendapatkan dampak pengantian jadwal itu di benakku pertama sehingga saya tidak berani  mengutarakan di depan kelas. Sehingga saya memberanikan diri setelah selesai pembekalan kelas bersama dua kawan saya. Ternyata tidak saya duga Guru kami sangat peduli mengenai hal itu. Kami mencoba memaparkan kepada guru kami mengenai hal itu.

 "Apakah tidak bisa di ganti hari sabtu atau minggu ke masjidnya" begitu pertanyaan guru kami, saya memaklumi karena mungkin  beliau tidak pernah tau mengenai ibadah kami. Akhirnya beliau akan menyampaikan hal ini kepada dekan dan kami akan di berikan hasilnya 1 hari kemudian karene beliau harus merapatkan hal ini. Kami sedikit lega karene saya melihat beliau Beritikat baik ingin membantu terkait hal ini. Hari itu juga beliau menelpon atasnya di depan kami untuk kami bertiga padahal jumlah teman kami 25 orang dalam satu kelas.

Hari Rabu yang ku tunggu datang Guru kami menginformasikan di depan kelas terkait mahasiswi muslim yang akan beribadah hari jumata jadwal kita tukar di jumat pagi hari. Tanpa ada keberatan semua teman kelas menyepakati hal itu.


Tepatanya hari ini Kamis 25 Mei 2017 lagi-lagi saya terkejut dengan Guru kami, beliau tiba-tiba mengingatkan kalau minggu ini teman-teman Muslim akan menunaikan ibadah Puasa. Kami dikelas memiliki kebiasaaan makan ringan dan minum di kelas pada hari biasa. Hari ini beliau menghimbau kepada seluruh teman-teman kelas agar tidak makan dan minum di dalam kelas selama satu bulan kedepan. Dan beliau juga tau sedikit tentang cara berpuasa seperti kapan mulai puasa dan makan (Berbuka puasa), ternyata banyak dari teman kami dari belahan dunia yang tidak mengetahui hal ini dan ditengah-tenagah pembicaraan mereka banyak yang bertanya "bagaimana kamu bisa menghadiri kelas kan tidak makan dan tidak ada energi" begitu pertanyaan dari teman kami korea. 

Saya menycoba menjelaskan mengenai cara berpuasa yang mudah dan ringan kepada teman saya korea setelah kelas usai. Saya sangat terkejut dengan kejadian hal ini terutama kepada guru saya beliau sangat peduli dengan yang lain, saya tidak pernah membayangkan sebelumnya mengenai apa yang akan di ucapakan oleh guru kami terkait Puasa.

Dari hal itu banyak pelajaran  dan ajaran-ajaran islam yang mereka unduh dalam kehidupan sehari-hari seperti :
  1. Membantu dan menolong 
  2. Bersungguh-sungguh dalam sebuah urusan
  3. Mengasihi sesama
  4. Toleransi
  5. Menghormati sesama

Begitulah pelajaran berharaga dan sebagai nasehat untuk diri saya pribadi khususnya, agar dapat mengunduh nilai-nilai Islam dimana pun kita berada sehingga dapat mengejawantahkan Al Quran dalam kehidupan. 

李安 (Li an)

​Artikel ini menjadi nominator artikel favorit Kabar Mu Tiongkok September-Oktober 2017, untuk memberi dukungan silakan ikuti polingnya dengan KLIK disini.

2 Comments

Perjuangan Iman di Zona Tanpa Pedoman

23/5/2017

42 Comments

 
Picture
© Oleh Al-Zuhri
Penulis adalah Ketua Komunitas Pelajar Aceh – Tiongkok (Cakradonya) Region Wuhan, sekaligus Ketua Divisi Publikasi, Dokumentasi dan Informasi Persatuan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) - Wuhan.

“Cerita ini adalah pengalaman seorang sahabat Wuhan kita diawal pertama kali beliau menghela kehidupan baru di negeri tanpa syariat, Tiongkok. Tidak ada tempat bertanya ketika itu berhubung mahasiswa Indonesia di kampus beliau belum terlalu banyak dan belum terdeteksi radarnya dimana. Perlahan waktu berjalan semua kemudahan itu datang dan beliau pun sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Ingin tau cerita lengkapnya? Mari simak tulisan beliau !”
​

​HARI ini kamis, saya memiliki kelas jam 02.00 pm. Saya mulai bersiap-siap untuk mandi dan salat zuhur. Pun begitu dengan ashar langsung saya jamak di waktu zuhur karena khawatir tidak dapat dilakukan setelah kelas berakhir. Menurut saya, ketimbang tidak shalat mending salat walaupun di waktu yang tidak semestinya. Ini juga merupakan keringan dalam agama, tapi saya tidak tahu persis apakah dalam keadaan seperti ini jamak adalah keringanan terbaik bagi saya.

Terkadang saya salat di ruang-ruang kosong yang berada dekat dengan ruang kelas. Sehingga, saban hari selama kelas saya berusaha mempersiapkan diri serta sajadah untuk melakukannya jika nantinya waktu pergantian kelas agak lumayan lama. Hari ini saya memiliki dua kelas yang secara beruntun berkelanjutan, hanya sedikit jeda waktu yang ada disana untuk menghantarkan ke kelas berikutnya. Dari dormitory saya sudah bersiap dalam keadaan wudu dan berusaha mempertahankannya dari hal-hal yang membuatnya batal berhubung di sana susah untuk berwudu.

Saya mulai bergerak dari kamar bergegas ke lift menuju kelas. Biasanya di jam seperti ini adalah jam orang-orang saling berlomba untuk berdiri di depan pintu lift menunggu giliran. Kali ini saya tidak ingin telat masuk kelas lagi karena hampir saban hari sang laoshi (guru) bertanya kenapa selalu datang terlambat apakah saya tidak menyukainya dan blablabla. Sesampai di depan lift saya melihat beberapa orang juga sudah duluan di sana. Sambil menunggu lift terbuka saya membalas beberapa pesan di wechat. Tiba-tiba saja dengan gerakan cepat seseorang perempuan memeluk dari belakang sambil menyapa, sontak saja saya shock. Ternyata air wudu hanya bertahan sampai di pintu lift, kulit dia dan saya bersentuhan. Perempuan ini adalah teman dari teman saya yang keduanya tidak terlalu dekat dan baru saja beberapa hari kenal. Apa boleh buat wanita Ekuador, Amerika Selatan ini tak mengerti apa-apa tentang agama saya. Saya tak dapat berkata banyak ketika itu. Tubuh saya bagaikan tak bertulang lagi, ketika rangkulan kuatnya melibas tubuh erat. Saya hanya bisa pasrah untuk tidak menikmati keadaan yang terjadi.

Ketika lift sudah tiba, diapun kembali kekamarnya karena ada sesuatu yang tertinggal. Pertemuan saya dihari itu dengannya hanya berakhir dilambaian tangan dan sedikit senyum manja dengan kondisi wudu yang kini terenggut. Saya pun ditinggalkannya dalam keadaan tak suci lagi untuk shalat. Kesal yang akhirnya tak jadi pun saya rasakan. Ternyata mempertahankan wudu sangat susah bagi saya kini. Begitu juga dengan beberapa hari setelahnya, namun kali ini wudu saya telah menampakkan perkembangan bertahan sampai di ruang kelas sedikit lagi akan menggapai sajadah. Ada saja wanita yang coba menyentuh, merangkul, dan lain sebagainya dikarenakan pemahaman budaya dan gaya hidup yang berbeda. Ini menjadi cobaan tersendiri yang tidak bisa dihindari saat berinteraksi dengan orang-orang multikultural.

Gedung yang saya tuju hari ini tidak terlalu jauh dari dormitory. Saya besarkan langkah agar segera sampai untuk memfungsikan sisi waktu lebih sekedar membolak-balik lembaran buku. Dengan nafas terengah-engah bercampur bau-bau di jalan yang tak biasa terhirup saya memutar lagu Mandarin yang baru saja saya ambil dari teman untuk memperkaya kata. Terlalu menikmati lagu membuat gedung yang dituju terasa sangat dekat, mungkin hari ini saya terlalu spirit berhubung baru mandi.

Sekarang saya sudah berada di kelas, saya sudah berusaha masuk cepat hari ini. Disela-sela pelajaran biasanya laoshi pasti mencoba beberapa pelajar untuk melihat kebisaannya dalam menguasai pelajaran. Saya selalu bersemangat untuk dicoba, tapi sayangnya belakangan ini setiap kali mengacungkan tangan laoshi tidak memberikan kesempatan itu lagi. Saya tidak tahu pasti kenapa, yang jelas kalau bukan karena sudah dirasa bisa pasti dirasa bodoh. Mungkin saya harus memilih satu diantara dua kata itu.
Pergantian pelajaran pun saling menyambut, kelas pertama berarti usai. Saya bergegas mengambil tas dan kemudian keluar. Tiba-tiba sang laoshi memanggil dan bertanya,“张力,你去哪儿呀? 你还有课!”(Chang Lee, kamu mau kemana? Kamu masih ada kelas selanjutnya). Chang Lee adalah nama mandarin saya, jangan tanyakan arti persisnya apa sebab kita sama tidak terlalu paham. Hanya saja sang guru pemberi nama berkata artinya kuat dan tegar. Jika dilihat badan sepertinya nama ini tidak menggambarkan alam nyata.
Balik lagi ke dalam suasana kelas, saya hanya terdiam sejenak memikirkan alasan apa yang dirasa tepat untuk sementara ini diucapkan. Pasalnya, saya sebetulnya ketika itu hendak menunaikan kewajiban ashar. Dalam proses otak yang bolak balik mikir, sedetik lebih cepat teman saya menyahut, “Laoshi, Chang Lee haus mungkin ia ingin membeli minum dulu.” Saya bergegas meninggalkan ruang menuju toilet di ujung lantai untuk berwudu lagi. Di sini sangat susah untuk melakukan wudu apalagi untuk cebok kamu harus menggunakan tisu. Sungguh malang bagi saya yang selalu terbiasa menggunakan air untuk segala hal dalam bersuci.

Selanjutnya, saya berusaha mencari ruang kosong yang bisa dipakai untuk salat. Di sini tidak diizinkan ritual di tempat umum apalagi mengajak orang yang tidak sekeyakinan untuk mengikuti suatu keyakinan, itu lebih gila lagi bisa-bisa dideportasi ke negara asal. Beberapa waktu lalu saya memang sempat salat di ujung tangga gedung tempat keramaian orang berlalu lalang, itu dikarenakan saya tidak mempunyai solusi untuk tempat salat saat itu. Jalannya waktu, akhirnya saya menemukan sebuah ruang yang tidak terpakai. Di sana saya melihat Waqaz Ghazi pemuda asal Dubai, Mohammed asal Jordan, dan Syeh asal Senegal sudah duluan mengerjakan salat. Kami sepakat membentuk barisan jama’ah dan dengan pengembaraan waktu perlahan jama’ahnya kian bertambah. Kadangkala ruang tersebut juga dipakai oleh mahasiswa lain untuk membuat tugas, berdiskusi, duduk santai, dan sebagainya. Oleh karenanya, kami mencoba berbagi tempat agar semua orang mendapat tempat dan saling menghargai. Pikirku hidup memang menghadirkan berbagai persoalan dan tugas kita adalah temukan solusinya bukan hanyut tak berdaya di dalamnya.

​Pada akhir kata, saya ingin menepis kesalahpahaman bahwa cerita ini tidak bermaksud ria atau menyingung siapapun, hanya saja ingin berbagi cerita bodoh yang pernah dialami oleh orang bodoh. Bisa jadi disuatu saat nanti ada orang yang memiliki kisah sama dan saatnya kami harus sama-sama tertawa. Harapanya, semoga di tanah manapun kita pijaki jagalah iman karena bagaimanapun kita iman tetaplah naik turun. Oleh karenanya, berusahalah agar ia tetap kokoh di tempatnya tak tumbang dilibas topan dan tak gemetar di hunus salju dengan cara terus dan teruslah belajar tentang Islam. Sebab, sebaik-baik amalan adalah orang yang beramal dengan ilmu.
42 Comments
    Picture

    Reportase Netizen

    Memuat  artikel ringan tentang reportase / laporan pandangan mata dari sebuah peristiwa oleh para netizen.
    Semua pengunjung dapat mengirimkan reportase dan reportase tersebut secara berkala akan dilakukan poling artikel favorite yang pemenangnya berhak memperoleh bingkisan menarik (untuk mengikuti/melihat poling silahkan klik disini). Adapun cara mengirim reportase tersebut dengan menyebut nama dan identitas kemudian mengirim file naskah reportase melalui form berikut : 

      Form Reportase

      Max file size: 20MB
    Submit

    Archives

    January 2021
    December 2020
    November 2020
    May 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    May 2018
    December 2017
    August 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017

    Categories

    All
    Husnul Khotimah Nanjing
    Internasional
    KBRI Beijing
    Kemahasiswaan
    Kemuhammadiyahan
    Lingkar Pengajian Beijing
    Muhammadiyah Beijing
    Muhammadiyah China
    Muhammadiyah Guangzhou
    Muhammadiyah Nanjing
    Muhammadiyah Nanning
    Muhammadiyah Tiongkok
    Muhammadiyah Wuhan
    Nasional
    PCIM CHINA
    PCIMT Nanjing
    PCIMT Wuhan
    Permit Beijing
    PPI Tiongkok
    PPIT Wuhan

    RSS Feed

    Di dukung oleh BPTI UHAMKA
BERANDA
BERITA     
WAWASAN
  

REPORTASE NETIZEN
​OPINI NETIZEN
AGENDA
GALERI
POLING ARTIKEL FAVORITE
Flag Counter
Picture
​

PCIM TIONGKOK
kabarmutiongkok.org
Di Dukung Oleh BPTI UHAMKA