
Mahasiswa Program PhD, Huazhong University of Science and Technology (HUST), Wuhan –China.
Kesetaraan perempuan dan laki-laki menjadi issue yang hangat dan tidak pernah bosan diperbincangkan. Perempuan mengalami diskriminasi, bahkan –kekerasan-dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam dunia pendidikan, ranah hukum, kancah politik, bidang ekonomi, yang seakan-akan memang pantas dialamatkan kepada kaum perempuan. Sebenarnya itu semua terjadi hanya karena perbedaan jenis kelamin –laki-laki (superior) dan perempuan (inferior).
Anak perempuan diasosiasikan sebagai figur yang feminin; patuh, pasif, dependen. Model perempuan yang diinginkan harus sesuai dengan social expectation (harapan masyarakat), yaitu nice girl, good women, dan kontrol sosial pun lebih ketat dilakukan terhadap perempuan ketimbang laki-laki. (Romany S. Perempuan, Kesetaraan, dan Keadilan: Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta: Rajawali Press, 2007). Apabila perempuan melakukan tindakan berbeda dengan apa yang diharapkan masyarakat, mereka dicap aneh, abnormal, dan sering dianggap bertingkah laku menyimpang.
Dalam Islam, perempuan memiliki kedudukan yang tinggi, mulia, dan terhormat. Perempuan juga memiliki peranan dan pengaruh yang sangat penting/kuat dalam masyarakat.
Peran Perempuan Dalam Keluarga
Keluarga, adalah tempat terpenting bagi seseorang karena merupakan tempat pendidikan dan mengenal kehidupan untuk pertama kali. Kedudukan perempuan dalam keluarga adalah sebagai istri dan ibu yang mengatur jalannya rumah tangga serta mengasuh anak. Untuk menjalankan tugas sebagai istri dan ibu, perempuan diharapkan dapat memasak, menjahit, memelihara rumah, serta melahirkan.
Sehubungan dengan tugas ini, idealnya tempat istri dan ibu adalah di rumah. Sebaliknya, kedudukan laki-laki yang terpenting dalam sebuah keluarga adalah sebagai seorang suami dan ayah yang bertanggung jawab mencari nafkah, sering seorang suami tidak peduli dan tidak mau tahu dengan urusan rumah tangga, sebab dia merasa sudah memberi nafkah untuk jalannya roda rumah tangga.
Peran Perempuan Sebagai Madrasah
Di Lingkungan Pendidikan, jumlah penduduk umur 10 tahun ke atas dengan angka buta huruf perempuan masih lebih tinggi daripada laki-laki hampir di semua propinsi di Indonesia. Pada tahun 2013, Penduduk perempuan buta huruf berjumlah sekitar 7,69 persen, sedangkan penduduk laki-laki buta huruf berjumlah sekitar 3,23 persen. (Sumber: BPS RI – Susenas (Survey sosial ekonomi Nasional), 2009-2012.
Fenomena yang berkembang di masyarakat kita, sejak masa kanak-kanak ada orang tua yang memberlakukan pendidikan yang berbeda; sebagai contoh kepada anak perempuan diberikan boneka sedangkan anak laki-laki diberikan mobil-mobilan. Masyarakat kita masih menganggap bahwa anak perempuan lebih sesuai memilih jurusan bahasa, pendidikan, tata boga, tata rias, sebaliknya anak laki-laki sesuai untuk jurusan teknik, dll. Pada keluarga yang kondisi ekonominya terbatas banyak dijumpai pendidikan lebih diutamakan bagi anak laki-laki meskipun terkadang anak perempuannya jauh lebih pandai, keadaan ini menyebabkan lebih sedikitnya jumlah perempuan yang berpendidikan.
Padahal pendidikan tinggi untuk perempuan adalah bekal untuk mendidik anak-anaknya kelak, karena “Ummu Al Madrasaton Ula”, ibu adalah pendidikan pertama untuk anak-anaknya.
Sungguh telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an betapa pentingnya peran wanita, baik sebagai ibu, istri, saudara perempuan, maupun sebagai anak. Demikian pula yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus dihadapinya, bahkan beban-beban yang semestinya dipikul oleh pria.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa ash-Shilah no. 2548).
Peran Perempuan Di Ruang Publik
Bila melihat kondisi masyarakat pada saat ini, konsep perempuan lebih baik berada di rumah saja, sudah agak bergeser. Banyak perempuan yang bekerja mencari nafkah di luar rumah, penghasilan istri juga berfungsi menambah penghasilan keluarga.
Pada umumnya, hingga saat ini walaupun istri bekerja di luar rumah, urusan rumah tangga juga harus tetap mereka jalankan, sehingga dapat dibayangkan beban berat yang ditanggung oleh seorang istri dan ibu bila ia bekerja di luar rumah, peran ganda yang disandang para perempuan ini harusnya mampu diapresiasi, ketika urusan domestiknya juga mampu ia jalankan dengan baik.
Disamping perannya dalam keluarga, ia juga bisa mempunyai peran lainnya di dalam masyarakat dan Negara. Partisipasi politik perempuan yang saat ini diharapkan dapat mengalami perubahan dengan hadirnya undang-undang partai politik yang mensyaratkan 30 persen pengurus partai politik adalah perempuan, begitu juga dengan calon legislatif yang juga dengan jumlah minimum 30 persen.
Pada Pemilu 2014, kaum perempuan mendapat kesempatan bahwa parpol peserta pemilu harus memenuhi syarat untuk menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat (UU No.8/2012, pasal 15 huruf d) dan pencalonan anggota DPR/D (UU No 8/2012 pasal 55).
Perjalanan politisi perempuan yang hendak menempatkan diri sebagai kepala Negara masih mendapat beberapa ganjalan dari pihak-pihak tertentu terlepas dari alasan normatif yang dijadikan sebagai landasan penolakan, baik alasan cultural maupun ajaran agama tertentu.
Kita lupa bahwa dalam Alqur’an disebutkan bahwa ada seorang Ratu yang memimpin sebuah negeri,“Sungguh, ku dapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan Dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.”(Q.S. An-Naml: 23).
Kita sepertinya juga belum lupa bahwa Kerajaan Aceh pernah dipimpin oleh beberapa sultanah yang mampu mengatur urusan politik dalam maupun luar negeri dengan baik, hingga mencapai puncak kejayaan pada masa itu.
Rasanya tidak ada kesalahan perempuan berperan di ruang public dengan batasan-batasan yang telah disyariatkan dan tentunya setelah kewajibannya sebagai ibu rumah tangga terpenuhi.
Perempuan memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap insan. Dia akan menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang berilmu dan beretika, tatkala dia berpegang teguh pada Al Qur’an dan sunnah Nabi.
Jika kita melihat akan keutamaan yang diberikan Allah untuk kaum wanita, maka jelas bahwa perempuan merupakan pondasi dasar kemuliaan suatu masyarakat. Masyarakat atau Negara yang baik dapat terlihat dari baik tidaknya perempuan di dalam Negara tersebut.
Artikel ini menjadi nominator artikel favorit Kabar Mu Tiongkok September-Oktober 2017, untuk memberi dukungan silakan ikuti polingnya dengan KLIK disini.