Kabar Mu Tiongkok
Temukan Kami di Sosial Media :
  • Beranda
  • Berita
  • Wawasan
  • Risalah Netizen
    • Refleksi Netizen
    • Reportase Netizen
    • Opini Netizen
    • Romadhan di Tiongkok
    • GongXi-Tiongkok
  • Aktivitas
    • School Of Journalism
    • Agenda
    • Lomba Foto >
      • form-lomba-foto
      • Poling Lomba Foto
    • Polling Puisi Favorite >
      • Puisi Favorite 2018
    • Polling
    • Lomba Ramadhan >
      • Pemenang Lomba
      • Polling Video-Favorite
  • Tamadun
    • Karya Fiksi
    • Galeri Foto
    • Karya Video
    • Karya Puisi
    • Kantin Kartini
  • Kontak Kami
  • Organisasi
  • Muhibah Ukuwah
    • NANJING >
      • Poling Lomba Foto Nanjing
      • Foto Ukuwah Nanjing
    • HANGZHOU >
      • Pooling Lomba Foto Hangzhou
      • Foto Ukhuwah Hangzhou
    • SHANGHAI >
      • Foto Ukhuwah Shanghai
  • Tiongkonomi
  • Kemitraan
    • UHAMKA - Pengantar TI
    • UHAMKA - Etika Profesi
    • UHAMKA - Digital Sistem
    • UHAMKA - Praktikum Digital

Komunikasi dalam Alquran (Bagian 2) : Qaulan Ma’rufa

28/11/2018

0 Comments

 
Picture
Oleh : Dani Fadillah, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan, PhD Student faculty of Communication and Journalism Nanjing Normal University.
Setelah sebelumnya kita berbicara tentang Qaulan Karima, maka kali ini kita berbicara tentang Qaulan Ma`rufa. Ajaran Allah tentang Qaulan Ma’rufa ini tertuang dalam Al-Quran sebanyak lima kali, diantaranya An-Nissa: 5, An-Nissa: 8, Al Baqarah: 235, Al Baqarah: 263, Al-Ahzab: 32.

K
ata ma`rufa dari kelima ayat tersebut dalam kaidah bahasa arab berbentuk isim maf`ul dari kata arafa, kata arafa sendiri dalam bahasa dapat diartikan sebagai kata faham/mengerti/tahu. Namun dalam beberapa kasus dapat disinonimkan dengan kata khair yang berarti baik.

Kesimpulannya setidaknya ada dua penafsiran terkait Qaulan Ma’rufa ini. yang pertama; Allah mengajarkan pada manusia ketika hendak berbicara maka ucapkanlah kalimat di mana kita mengetahui dengan pasti isi pembicaraan yang kita sampaikan, jangan sampai manusia menyampaikan sesuatu hal padahal dia sendiri tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang itu.

Akan ada banyak kerusakan yang terjadi kalau seandainya manusia menyampaikan berbagai hal yang dia pun sebenarnya tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk hal tersebut. Bayangkan jika ada seseorang yang bukan ahlinya dalam sebuah permasalahan menerangkan secara panjang lebar terhadap suatu kasus yang tidak menjadi keahliannya hanya demi mendapat perhatian khalayak. Alih-alih memberikan pencerahan pada para audien yang mendengarkan, hal itu hanya akan melahirkah sebuah fitnah, kesalahpahaman, penyesatan opini , sekaligus pembodohan yang akan berakibat fatal di kemudian hari. Nah atas dasar pertimbangan itu lah maka Allah mengajarkan pada kita Qaulan Ma’rufa, supaya manusia paham bahwa dirinya harus mengontrol pembicaraannya atas sesuatu yang benar-benar dia pahami.

Kemudian yang kedua; Qurais Shihab dalam Tafsir Al Misbah menerangkan
makna dari Qaulan Ma’rufa adalah kalimat yang baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Ucapan yang baik adalah ucapan yang diterima sebagai sesuatu yang baik  dalam  pandangan  masyarakat  lingkungan penutur. Dengan demikian,  hubungan harmonis antar warga akan terus dipelihara, dan karena itulah ayat ini ditetapkan dengan perintah ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

P
erkataan yang baik maksudnya perkataan yang menimbulkan rasa tenteram dan damai bagi orang yang mendengarkannya baik interpersonal communication, group communication dan Mass communication. Qaulan Ma`rufa  berarti kata-kata yang bermanfaat,  memberikan  pengetahuan,  mencerahkan pemikiran, dan menunjukan  pemecahan kesulitan. Adanya Qaulan Ma`rufa  kita sebagai manusia dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan pantas kepada orang lain.

B
erdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan betapa pentingnya berbicara yang baik  dengan  siapapun ,  di manapun,  dan kapanpun,  dengan syarat pembicaraan itu dapat mendatangkan  manfaat  dan pahala, baik untuk komunikator dan juga komunikan.


0 Comments

Simbol Keadilan Baru “Sandal & Coklat”

8/11/2018

0 Comments

 
Picture
Picture
Selama manusia belum mengakui adanya persamaan harkat dan martabat manusia maka hak asasi manusia belum bisa ditegakkan. Hak dasar seseorang atau kelompok tidak diakui dan dihargai selama mereka dianggap tidak memiliki harkat dan derajat yang sama sebagai manusia. Hak asasi manusia wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Sebenarnya, pengakuan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 yang sebenarnya lebih dahulu ada dibandingkan dengan deklarasi Universal PBB yang lahir pada 10 Desember 1948.  Berikut ini pengakuan akan hak asasi manusia dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya: [1] Pembukaan UUD 1945 alenia pertama; [2] Pembukaan UUD1945 alenia keempat; [3] Batang tubuh UUD1945.

Oleh karena itu, dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap HAM, di samping dibentuk aturan-aturan hukum, juga dibentuk kelembagaan yang menangani masalah yang berkaitan dengan penegakan HAM, antara lain: [1] Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM); [2] Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan undang-undang No.26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia; [3] Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul dari DPR berdasarkan peristiwa tertentu; [4] Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Undang-undang No.26 tahun 2000.


Terkait dengan itu, saya mencoba memberikan contoh kecil dan solusinya, dengan studi kasus pencurian sandal jepit dan coklat.
Mari kita melihat sesuatu dengan pikiran obyektif, dengan tidak ada yang ditutupi. Aparat negeri ini terkesan lebih suka menjepit rakyat kecil yang sudah biasa menjerit karena ketidakadilan di negeri ini, bahkan mereka terkesan lebih senang membela pejabat dengan kekayaan berlipat, dibandingkan rakyat kecil yang hidup biasa dan melarat. Perlu bukti ?.

Kasus pencurian sandal jepit yang menjadikan AAL (15) pelajar SMK asal Palu, Sulawesi Tengah, sebagai pesakitan di hadapan meja hijau. Ia mencuri sandal jepit milik salah satu anggota Brimob Polda Sulteng. karena sandal jepit, AAL terancam hukuman kurungan lima tahun penjara, meskipun dalam persidangan, ternyata sandal tersebut bukan milik yang bersangkutan. Pada akhirnya, dalam pembacaan keputusan hakim menyatakan terdakwa bersalah, akhirnya hakim mengembalikan AAL kepada orang tuanya untuk dilakukan pembinaan.

Sebelum itu terdapat kasus serupa yaitu pencurian yang dilakukan oleh Nenek Minah (55) asal Banyumas yang divonis 1,5 tahun, karena beliau telah tiga buah Kakao yang harganya tidak lebih dari Rp 10.000. Seperti yang dikutip dari kompas.com, hal yang sangat mengharukan untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek yang sudah renta dan buta huruf itu harus meminjam uang Rp 30.000 untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh.

Kasus serupa adalah terkait dengan nenek Saulina Boru Sitorus (92) tahun karena menebang pohon durian milik kerabatnya, nenek Rasmiah yang dihukum 4 bulan 10 hari karena mencuri 6 piring, nenek waliyah (57) tahun karena pencurian 5 buah permen cokelat, nenek Asiyani (63) yang dihukum 1 tahun karena pencurian batang pohon jati perhutani untuk tempat tidur.


Teladan nyata jelas diberikan dalam kekhalifahan Umar bin Khatab, tentang adanya seorang pencuri yang tertangkap.  Seharusnya pencuri itu mendapatkan hukuman dengan dipotong tangannya. Karena hal itu telah jelas tertulis dalam hukum islam (Al-Qur’an).

Picture
 “Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Maidah: 38-39).

Khalifah kedua umat islam tersebut memberikan solusi yang tidak terjebak dalam pemahaman teks pada Al-Qur’an yang kaku. Tidak literer, akan dalam mengembangkan kreativitas ilmu tafsir, Umar Bin Khatab memahami bahwa hukum bukanlah seperangkat dalil-dalil yang kaku. Hukum bukan hanya berbicara perihal kebenaran, akan tetapi juga ada unsur keadilan, hati nurani, dan kepekaan sosial.

Akan tetapi, Khalifah Umar Bin Khattab tidak serta merta untuk memutuskan memotong tangan pencuri tersebut. Justru, Khalifah Umar menggali latar belakang kehidupannya. Setelah khalifah mengetahui sebab utama bahwa pencuri tersebut melakukan tindakannya atas dasar keterpaksaan (dia adalah seorang yang miskin dan tak mendapatkan uluran tangan dari orang-orang kaya). Maka Khalifah Umar pun membebaskannya, sungguh mulia teladan beliau.

Sebagai kilas balik kita, hal yang sangat disayangkan adalah beberapa hakim yang memiliki standar ganda. Kurang sensitive terhadap undang-undang untuk kaum dhuafa, dengan memberikan vonis yang mengejutkan. Akan tetapi berbeda ketika beberapa kasus yang melibatkan kaum atas agar bisa bebas atau ringan hukumannya.

Lihat saja bagaimana para pejabat dan koruptor berdasi putih mencuri uang rakyat yang nilainya sebanding dengan jutaan sandal jepit itu diperlakukan dengan terhormat oleh aparat. Mereka dapat melanggeng bebas dari hukuman yang tidak terlalu berat. Mereka pun dapat mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat.

Pemerintah khususnya para aparat hukum seharusnya melakukan tugasnya dengan baik dan benar serta selalu berlandaskan pada moral dan etika yang berlaku dalam masyarakat. Apabila kedua hal tersebut sudah terpenuhi maka diharapkan penegakan hukum di Indonesia dapat terjadi secara adil. Kejadian-kejadian yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi para aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia.

Pemerintah juga perlu memberikan pelajaran moral dan etika pada anak-anak dan generasi muda sehingga mereka sudah tercetaknya menjadi generasi muda yang bermoral dan beretika. Pemerintah juga perlu melakukan reformasi pada hukum yang ada dan dalam pelaksanaannya harus tegas dan tidak memihak pada siapapun.

Sebagai penutup, mengutip tulisan menarik Amirul yang menyatakan bahwa: “Jika aparat hukum di negeri ini masih punya urat malu, penggalangan sandal sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan, mestinya menampar muka mereka. Dengan demikian semoga apabila terdapat kasus serupa The New York Times tak perlu mengejek kita dengan mengatakan, “Indonesia punya simbol keadilan baru; sandal & Coklat”. [Amar/IPOLS]

Billahi Fi Sabililhaq, Fastabiqul Khaerat

Picture
Penulis:
Dede Amar Udi Ilma, Undergraduate Program, International Program of Law and Sharia (IPOLS), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, IMM komisariat hukum UMY, Anggota Bidang Sumber Pemberdayaan Masyarakat.

Rev.& Ed.:
​Faqih Ma’arif, Department of Civil Engineering, Beijing University of Aeronautics and Astronautics-Beijing.
0 Comments

Prasangka Sosial dan Perbedaan Kepentingan

7/11/2018

0 Comments

 
Picture
​Oleh : Zalik Nuryana Dosen Pendidikan Agama Islam UAD, Mahasiswa Program PhD Nanjing Normal University
     
Prasangka sosial adalah sikap dan perasaan orang terhadap golongan tertentu, ras, kebudayaan, partai, ormas, dan golongan orang yang berprasangka itu. Prasangka sosial terdiri dari attitude sosial negatif terhadap golongan lain dan mempengaruhi tingkah lakunya terhadap golongan lain. Prasangka sosial lahir dari perasaan negatif yang lambat laun menyatakan dirinya dalam tindakan yang diskriminatif terhadap golongan yang dipasangkan itu, tanpa terdapat alasan objektif. Tindakan diskriminatif itu dapat diartikan menghambat, mengancam, membully, mencari segala bentuk kesalahan, menjatuhkan, dan selalu mencari pembenaran atas golongannya.

Kepentingan adalah dasar timbulnya tingkah laku individu dan golongan. Seseorang bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingan, kepentingan ini sifatnya esensial. Jika individu/kelompok berhasil memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas dan akan semakin haus dan terlahir kepentingan lain, dan sebaliknya, jika ia gagal dalam memenuhi kepentingan, ini akan menimbulkan masalah. Segala daya upaya akan dilakukan untuk meraih dan memenuhi dahaga kehausan kepentingan.

Prasangka sosial adalah pupuk yang akan menjadikan kepentingan subur di mana pun tempatnya, termasuk di Negeri tercinta ini. Kenyataan ini disebabkan cara pandang yang berbeda dan sekali lagi, ia terlahir  karena kepentingan. Prasangka sosial yang terus disuburkan tentu akan membuahkan konflik sosial. Konflik sosial akan membawa dampak yang besar dan panjang dalam perjalanan bangsa kelak.


Mengutip apa yang di sampaikan ayahanda Haedar Nashir, bangsa ini ada gejala retak dan tidak menutup kemungkinan ada musibah besar. Ada 3 hal yang membuat bangsa ini menjadi retak. Pertama adalah sikap sembrono, sikap gegabah sembrono ini lalu menjadi culture lalu dibenarkan oleh publik. Kedua adalah sistem yang luruh dan lemah, hukum tidak bisa tegak di atas mana yang benar dan salah, semua serba abu-abu, dan muncul sebuah ketidakpastian. Yang ketiga, nilai-nilai kebangsaan yang tidak dipahami dan dihayati, hanya sekedar dihafal."

Mungkin hanya ketakutan yang berlebih, atau sekadar kekhawatiran atas ketidakmampuan saya dalam melihat realitas. Sebagai kader dan Warga Muhammadiyah kita punya kewajiban untuk mengawal Indonesia dengan cara kita masing-masing. Jangan sampai bangsa ini mengalami masa kritis karena prasangka dan kepentingan, arah proses bisa kita lihat dan analis secara sederhana, tidak lain dan tidak bukan untuk mengingatkan kita semuanya betapa sangat berharganya keutuhan bangsa. Karena semua dimulai dari “kepentingan” yang kemudian  bisa  menjadi “prasangka”.  Prasangka yang dibarengi dengan pengendalian yang lemah bisa menimbulkan “diskriminasi”. Diskriminasi bisa menimbulkan “ketegangan social” (fase ini yang kita hadapi). Jangan sampai dalam kondisi ketegangan sosial  juga diikuti pengendalian yang lemah. Jika dalam kondisi ketegangan sosial dan disertai dengan pengendalian yang lemah maka sangat mungkin akan terjadi “kekerasan social” (dan semoga jangan sampai bangsa ini mengalaminya).

Girah pembaharuan yang dibawa KHA Dahlan harus kita lanjutkan, menyikapi perbedaan dengan bijaksana dan arif. Semoga kemerdekaan yang dahulu diperjuangkan tidak menjadi sia-sia, dan kita semua tersadar bahwa banyak cara berbakti kepada pertiwi tanpa harus mengorbankan sesama dan mencari kambing hitam. Tetap menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah.
​



0 Comments

Komunikasi Dalam Aquran: Qaulan Karima

4/11/2018

1 Comment

 
Picture
Oleh : Dani Fadillah, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan, PhD Student faculty of Communication and Journalism Nanjing Normal University.  
​Manusia adalah mahluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan manusia lainnya dalam berbagai kesempatan, baik secara langsung mau pun melalui perantara media,  baik  secara kelompok  maupun secara personal. Ada kalanya ketika berinteraksi manusia merasa bebas hendak melakukan komunikasi dengan style yang diinginkannya sehingga terkadang perilaku komunikasinya menjadi lepas kendali dan dari situ memunculkan berbagai kesalahpahaman dan kerusakan.


Sesungguhnya Allah SWT telah mengeluarkan beberapa aturan dan seperangkat nilai dalam proses komunikasi hamba-hambanya agar ketika proses komunikasi berlangsung yang muncul adalah interaksi yang sehat di antara umat manusia, menebarkan rasa kasih sayang dan menghilangkan rasa benci serta permusuhan yang pada akhirnya menjadikan dunia sebagai tempat yang rusuh.

Dalam firman-
Nya yang terabadikan dalam Al-Qur’an Allah SWT memberikan formula tersendiri dalam memilih kata-kata sehingga komunikasi dapat  berjalan  dengan  harmonis  dan  selaras.  Ada pun salah satu kaidah berbicara yang diajarkan dalam Alquran adalah Qaulan Karima.


Kaidah Qaulan Karima dalam berkomunikasi terdapat dalam surat Al-Isra’ ayat 23:  “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah  selain  Dia  dan  hendaklah  kamu  berbuat  baik  pada  ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau  kedua-duanya  sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali  janganlah   kamu  mengatakan kepada keduanya  perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan  ucapkanlah  kepada mereka Qaulan Karima”. (QS. Al-Isra: 23).

Dilihat dari segi bahasa, Qaulan Karima berarti  perkatan mulia.  Perkataan yang  mulia  adalah  perkataan yang bertujuan untuk memberi penghargaan dan penghormatan kepada orang yang diajak  bicara. Sepertinya sangat sederhana, namun kaidah berbicara seperti ini kerap dilupakan oleh banyak orang. Tidak jarang ketika berbicara manusia sering sekali merendahkan manusia lainnya, tidak menghargainya sebagai manusia.

Ada beberapa orang yang berkilah bahwa dirinya cuma bercanda, dan dia mengucapkan kata-kata yang tidak pantas itu kepada teman karibnya sendiri. Namun yang harus kita ingat bersama adalah dalam bermuamalah Allah SWT telah mengatur sistem pergaulan kita, termasuk di dalamnya adalah gaya kita berbicara dengan manusia lainnya, kita harus memuliakannya dengan qaulan karima ini, kepada teman mau pun kepada lawan.


1 Comment
    Picture

    Opini Netizen

    Memuat artikel yang berisi ide, gagasan, pendapat para pengunjung terhadap suatu peristiwa/momentum.
    Pengunjung bisa mengirim artikel Opininya dan terhadap artikel opini tersebut secara berkala akan dilakukan poling untuk menjadi artikel favorite yang pemenangnya berhak memperoleh apresiasi dan bingkisan menarik (untuk melihat/mengikuti poling silahkan klik di sini). Adapun cara mengirim artikel opini tersebut dengan mengunggah file artikel opininya melalui form berikut :

      Form Artikel Opini

      Tulis nama anda, boleh menulis nama dengan alias
      Tulis status anda sebagai mahasiswa atau karyawan disertai Kampus / Instansi anda
      Max file size: 20MB
    Submit

    Archives

    November 2020
    December 2019
    November 2019
    November 2018
    October 2018
    September 2017
    May 2017
    April 2017

    Categories

    All
    Agama
    Hukum
    Internasional
    PPI Tiongkok

    RSS Feed

BERANDA
BERITA     
WAWASAN
  

REPORTASE NETIZEN
​OPINI NETIZEN
AGENDA
GALERI
POLING ARTIKEL FAVORITE
Flag Counter
Picture
​

PCIM TIONGKOK
kabarmutiongkok.org
Di Dukung Oleh BPTI UHAMKA