
Hampir setiap pengamat politik di seluruh dunia mengamati anomali yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dengan segala tingkah polah yang dikeluarkan oleh kebijakan Trump. Heboh dan tidak dapat diprediksi atau bahkan menembus batas-batas nalar umum yang menjadi pijakan para pengamat, politisi bahkan bagi para mantan Presiden AS atas perilaku Trump baik di tingkat nasional maupun dunia internasional. Trump menjadi anomali di era dunia digital 2.0 yang sangat berpegang kepada kemajuan teknologi komputerisasi dan informasi melalui internet.
Beberapa pola pikir Trump yang menimbulkan keheranan salah satunya ketika salah satu senator yang juga mantan calon Presiden Mc Cain yang berasal dari partai Republik meninggal dunia. Mayoritas para politisi baik yang berasal dari partai Demokrat dan yang separtai dengan almarhum Mc Cain mengakui jasa-jasa dan kepiawaiannya selama menjalani jabatan senator. Terutama lagi Mc Cain adalah salah satu mantan angkatan bersenjata AS yang ikut terjun dalam perang Vietnam tahun 1960an namun tertangkap dan sempat disandera oleh tentara Vietcong sebelum berhasil dibebaskan. Namun uniknya, Trump justru mengatakan bahwa Mc Cain bukanlah Hero/Pahlawan negara, karena pernah tertangkap musuh. Menurut Trump, Hero tak akan bisa tertangkap sedangkan kalau berhasil ditangkap berarti tidaklah pantas disebut Hero dan malah tampak konyol.
Lain lagi urusan masalah Trump yang membangkitkan kembali sentimen hilangnya budaya warga “kulit putih” yang tergerus oleh kebudayaan para imigran yang dapat dilihat dari berbagai toko-toko dan kawasan di AS yang bernuansa dan berbahasa kaum imigran. Mereka merasa tidak mengenali negara mereka sendiri seperti yang ia ketahui dahulu. New York Times bahkan merilis bahwa tingkat kematian warga kulit putih yang berumur 30-40 tahun (Middle-aged) meningkat. Oleh sebab itu Trump menegaskan untuk mengembalikan pekerjaan ke tangan para kulit putih dan menekan para imigran agar tidak dapat masuk ke dalam wilayah AS. Semua industri Manufaktur harus dihidupkan kembali di tanah AS yang sebelumnya menjadi mata pencaharian warga kulit putih yang bekerja sebagai buruh kerah biru. Bahkan dengan keras Trump menyatakan bangsa AS telah dirampok oleh negara lain yaitu China dan Jepang dengan menikmati keuntungan perdagangan. Hal ini mendorong kebijakan AS sungguh membuat protes dan keluhan dari dalam dan luar negeri AS.
Mendorong kita untuk berpikir apakah Trump merupakan pemimpin yang terpilih karena sebuah kesalahan ataukah justru ia merupakan sosok yang diidam-idamkan oleh mayoritas kulit putih di AS secara diam-diam dan disimpan di dalam hati. Sungguh memberikan keheranan terutama bagi kita yang telah lama menerima citra AS sebagai patokan negara demokrasi yang sudah meninggalkan permasalahan yang bersifat primordial yaitu warna kulit, etnis, ras dan agama untuk dijadikan sandaran untuk menjelaskan ketidak adilan atau situasi ekonomi yang tidak menguntungkan. Terutama lagi AS telah menjadi negara yang tingkat perkembangan teknologinya telah memasuki dunia ekonomi 2.0 serba digital.
Tak dapat dipungkiri, perekonomian AS terbukti mengalami pertumbuhan dan perbaikan dibandingkan sebelumnya. Banyak industri manufaktur yang merekrut banyak pekerja hidup kembali dan memperkuat dukungan dari masyarakat AS kulit putih. Tentu masing-masing kita memiliki sudut pandang dan pemahaman yang berbeda dalam menyikapi fenomena yang terjadi di AS dewasa ini. Namun dalam pandangan pribadi, saya melihat AS mengalami zaman dimana ia menciptakan dunia yang berkecepatan tinggi, namun akhirnya ia pun kelelahan dan tidak dapat mengendalikan atau mengimbangi kecepatan yang telah diciptakan olehnya sendiri. Hingga akhirnya ketika para pengikutnya (Orang/negara) justru berada di depannya, maka ia menuduh terjadi kecurangan dan ketidak adilan yang ditimbulkan oleh pengikutnya tersebut. Di saat kondisi telah sedemikian rupa, maka diperlukan sosok yang sedikit gila dan dengan lantang mengutarakan segala yang tabu demi melawan keterpurukan yang terjadi, dan di situlah Trump diperlukan. Wallahualam bishawab.