Berbagai spekulasi-pun tumbuh seiring dengan munculnya pemberitaan tersebut, namun satu hal yang membuat kami bangga (terkhusus saya pribadi) sebagai pelajar Indonesia di negeri orang adalah sikap untuk tidak saling menyalahkan bahkan lebih mengarah kepada mencari kebenaran atas pemberitaan yang muncul.
Satu sikap yang patut mendapatkan apresiasi besar dari semua pihak bahwa di sinilah, di negara orang (di negara Tiongkok), ternyata putra-putri Bangsa Indonesia dari generasi muda mampu menjaga persatuan dan kesatuan yang selama ini telah terbangun dengan kokoh. Sikap yang menunjukkan persatuan tersebut membuahkan hasil berupa tanggapan organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok terhadap pemberitaan “kurang sedap” yang telah dimuat di media massa yang sama dengan yang memberitakan sebelumnya [2]. Sebelumnya, sanggahan dan sikap keberatan juga telah dilakukan oleh salah satu cabang Ormas Islam Indonesia yakni Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok yang telah dimuat pada media massa yang sama sehari sebelumnya yakni pada tanggal 3 April 2018 [3].
Hal ini juga dikuatkan dengan hasil tabayun oleh kader dan aktivis Pengurus Cabang Muhammadiyah Istimewa Tiongkok kepada nara sumber yang menjadi bahan pemberitaan yang meresahkan tersebut. Menurut nara sumber bahwa judul dan kesan isi berita yang meresahkan tersebut tidak sesuai dengan tema dan maksud pembahasan yang disampaikan oleh nara sumber. Karena sebetulnya maksud nara sumber adalah memberi contoh bahwa negara Tiongkok telah berhasil menanamkan idiologi negaranya kepada pelajar dan mahasiswa Tiongkok. Sehingga generasi muda yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa memiliki militansi dan komitmen yang kuat kepada negara dan bangsa Tiongkok. Hal inilah yang patut diyakini menjadi modal utama bagi kemajuan yang terjadi begitu pesat di negara Tiongkok dewasa ini. Dan sudah sepatutnya di negara Indonesai Ormas dan entitas yang peduli dan mengelola lembaga pendidikan, belajar seperti kemajuan yang terjadi di negara Tiongkok. Menurut nara sumber yang juga sebagai salah satu rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah ini, Ormas basar yang memiliki jaringan lembaga pendidikan yang banyak seperti NU dan Muhammadiyah -yang mewarisi pemikiran Hadratu Syeh Hasyim Asari dan Kyai Haji Ahmad Dahlan-, melalui jaringan lembaga pendidikannya di Indonesia harus mampu menanamkan idiologi bangsa dan negara Indonesia kepada pelajar dan mahasiswa Indonesai, sehingga pelajar dan mahasiswa bisa memiliki militansi dan komitmen yang tinggi pada negara dan bangsa Indonesia. Komitmen yang tinggi ini pada gilirannya akan menjadi pendorong bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa dan negara Indonesia.
Berbicara lebih jauh mengenai perwujudan rasa persatuan dan kesatuan yang terbangun di kalangan pemuda/pemudi Indonesia di negeri Tiongkok, dengan berpegang teguh pada idiologi negara dan ajaran agama, telah mampu menghilangkan potensi konflik horizontal yang (mungkin saja) hendak diciptakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Andai saja rasa persatuan dan kesatuan ini tidak atau bahkan belum sempat terbangun, maka yang akan terjadi adalah satu pihak akan menyalahkan pihak lainnya dan konflik horizontal pun akan sangat mungkin terjadi. Namun di sinilah kami para pelajar Indonesia mampu memaknai perbedaan sebagai kekuatan dan bukan sebagai kelemahan. Walaupun dengan perbedaan pada latar belakang organisasi, suku, agama, warna kulit, jenjang pendidikan ataupun perbedaan lainnya, namun telah tercermin sikap elegan untuk menjunjung semangat persatuan dimana semangat persatuan ini tidak akan pernah muncul tanpa kesadaran akan arti ke-Bhineka-an dan besarnya ghirah untuk tetap menjalin tali ukhuwah.
Belajar memang merupakan kewajiban bagi setiap pelajar, akan tetapi memaknai kata “belajar” tidak dapat hanya sebatas pada kegiatan mempelajari literatur perkuliahan semata, karena di dalam kehidupan ini, kami (generasi muda) juga masih harus banyak belajar mengenai kehidupan yang salah satunya adalah bagaimana untuk tetap menjaga tali persaudaraan dan persatuan di negara orang. Dalam hal ini, PPIT memiliki peran sebagai pemersatu untuk tetap menjalankan tali ukhuwah yang terbukti dari berbagai kegiatan yang telah dilakukan.
Salah satu kegiatan yang dapat saya sampaikan pada tulisan ini adalah kegiatan culture festival yang diselenggarakan secara periodik oleh kampus-kampus di Tiongkok. PPIT terkhusus cabang Wuhan selalu berpartisipasi aktif dengan berbagai budaya bangsa. Salah satu budaya yang sering ditampilkan adalah tarian yang berasal dari Provinsi Aceh yaitu Tari Saman. Keputusan untuk memilih tari saman sebagai bagian dari pertunjukan yang akan ditampilkan oleh PPIT Cabang Wuhan tidak dapat dipisahkan dari filosofi yang terkandung di dalamnya tentang persatuan [4]. Perpaduan dan harmonisasi gerakan-gerakannya mampu menghasilkan decak kagum bagi para penontonnya sebagaimana para pelajar dari negara lain menunjukkan kekaguman mereka kepada pelajar Indonesia akan keragaman yang kita miliki namun tetap terbingkai dalam kerangka ke-Bhineka-an.
Di saat culture festival diselenggarakan, akan tampak wajah-wajah yang berasal dari berbagai suku dan juga agama yang berbeda di Indonesia namun mereka mampu memperlihatkan bagaimana semangat persatuan dan kekompakan terjalin sehingga tersiratkan kesinambungan dan harmonika akan persatuan pemuda/pemudi Indonesia di negeri Tiongkok. Cerminan persatuan ini juga tampak dari para anggota tari saman yang tidak seluruhnya berasal dari Aceh. Bahkan banyak dari mereka yang (sebelumnya) tidak mengetahui dan memahami bagaimana tari saman dilakukan. Namun realita akan persatuan telah berbicara sehingga kekompakan pun terjadi di dalam latihan dan pada saat pertunjukan berlangsung.
Dari pengalaman tampil di ajang festival tahunan di berbagai perguruan tinggi tersebut, akhirnya Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok Cabang Wuhan dipercaya untuk menggelar Festival Nusantara. Sebuah festival yang secara khusus menampilkan ragam kebudayaan Indonesia. Mengenalkan tentang persatuan dan kesatuan, serta ke-bhinekha tunggal ika-an Indonesai. Mulai dari berbagai kuliner, berbagai tarian, beladiri pencak silat, pertandingan badminton (olah raga populer di Indonesia), kekayaan alam, tempat-tempat wisata dan lagu-lagu daerah yang dimiliki Indonesia. Kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal 22 April 2018 ini mendapat apresiasi yang sangat antusias dari para pelajar Tiongkok dan pelajar internasional di kota Wuhan. Hal ini paling tidak bisa dilihat dari penuhnya gedung gelanggang mahasiswa Huazhong Agricultural University yang menjadi tempat penyelenggaraan Festival Nusantara tersebut.
Masih banyak pula kegiatan lainnya yang dilakukan oleh pemuda/pemudi pelajar Indonesia di negeri Tiongkok dalam rangka menjaga tali persaudaraan dan kesatuan bangsa, serta tanpa adanya rasa malu atau sungkan untuk menunjukkan wujud ke-Bhineka-an yang terbungkus dalam kesatuan (Ika) di hadapan pelajar dari negara lain sebagaimana yang tertulis dalam Lambang Garuda Negara Indonesia, “Bhineka Tunggal Ika”.
Penulis : Nugroho Suryo B.
Kandidat PhD Huazhong University of Science and Technology (HUST) dan ketua International Scholar Research Collaboration (ISRC), Ketua Department of Research and Development PCIMT, Ketua PPITW Ranting HUST 2015-1016.
Referensi :
- http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/18/04/02/p6h8j0396-di-cina-pelajar-indonesia-dapat-pelajaran-ideologi-komunis. Diakses 3 April 2018 pukul 15:40 waktu Kota Wuhan, Provinsi Hubei, P.R.China (Tiongkok).
- http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/18/04/02/p6islz428-pengurus-nu-tak-ada-ajaran-komunisme-di-cina. Diakses 3 April 2018 pukul 15:53 waktu Kota Wuhan, Provinsi Hubei, P.R. China (Tiongkok).
- http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/18/04/02/p6islz428-pengurus-nu-tak-ada-ajaran-komunisme-di-cina. Diakses 3 April 2018 pukul 16:02 waktu Kota Wuhan, Provinsi Hubei, P.R. China (Tiongkok).
- http://lpsn.org/node/252, diakses 5 April 2018.