Kabar Mu Tiongkok
Temukan Kami di Sosial Media :
  • Beranda
  • Berita
  • Wawasan
  • Risalah Netizen
    • Refleksi Netizen
    • Reportase Netizen
    • Opini Netizen
    • Romadhan di Tiongkok
    • GongXi-Tiongkok
  • Aktivitas
    • School Of Journalism
    • Agenda
    • Lomba Foto >
      • form-lomba-foto
      • Poling Lomba Foto
    • Polling Puisi Favorite >
      • Puisi Favorite 2018
    • Polling
    • Lomba Ramadhan >
      • Pemenang Lomba
      • Polling Video-Favorite
  • Tamadun
    • Karya Fiksi
    • Galeri Foto
    • Karya Video
    • Karya Puisi
    • Kantin Kartini
  • Kontak Kami
  • Organisasi
  • Muhibah Ukuwah
    • NANJING >
      • Poling Lomba Foto Nanjing
      • Foto Ukuwah Nanjing
    • HANGZHOU >
      • Pooling Lomba Foto Hangzhou
      • Foto Ukhuwah Hangzhou
    • SHANGHAI >
      • Foto Ukhuwah Shanghai
  • Tiongkonomi
  • Kemitraan
    • UHAMKA - Pengantar TI
    • UHAMKA - Etika Profesi
    • UHAMKA - Digital Sistem
    • UHAMKA - Praktikum Digital

Nikmatnya Berjilbab di Negara Minoritas Muslim

2/1/2020

0 Comments

 
  Oleh: Nurun Musa
西北工业大学

Picture
Picture
Picture
Picture
Dilahirkan dan dibesarkan di negara mayoritas muslim merupakan anugerah tersendiri. Kita dapat beribadah dengan sangat nyaman, dan aman. Namun tentunya bisa menikmati pendidikan di negara lain dan keluar dari zona aman merupakan impian setiap orang. Sebagai seorang muslim ada banyak pengalaman tak terduga yang saya dapatkan saat menuntut ilmu di negara-negara yang berpenduduk mayoritas tak beragama. Berikut sedikit cerita yang bisa saya bagi.

Jilbab Sebagai Penanda
Aroma bunga sakura mulai menepi digantikan oleh aroma khas hijaunya dedaunan saat memasuki awal musim panas. Saya langkahkan kaki keluar dari pintu selatan statiun Ueno Tokyo, memejamkan mata sejenak, merasakan hangatnya udara sambil menikmati setiap hentakan kaki yang terdengar. Stasiun Ueno adalah salah satu stasiun teramai di jantung kota Tokyo. Berbeda dengan Stasiun Ginza yang dipenuhi pusat pertokoan barang-barang mewah. Stasiun Ueno dipenuhi oleh pasar-pasar tradisional dengan harga yang lebih miring, bahkan di salah satu titik ada sebuah toko milik orang Indonesia.

Anehnya kali ini teman saya, Nagisa, tidak memanggil dan meminta untuk berjalan lebih cepat. Sepertinya dia sudah mulai paham dengan kebiasaan aneh saya. Setiap kali berkunjung ke tempat baru, saya selalu memejamkan mata, merasakan sentuhan lembut angin yang membasuh wajah, mendengarkan suara apapun yang ada di sekitar, dan tak henti-hentinya mengucap syukur dalam hati sambil menyimpan setiap detik kenangan dalam memori maha dasyat yang dianugerahkan Allah.

Kami berjalan menelusuri setiap sudut stasiun, namun setelah berjalan sekitar dua puluh menit, tak menemukan tanda-tanda adanya masjid. Saya mulai khawatir kalau Nagisa akan mengeluh. Dua puluh menit bagi orang Jepang itu bagaikan 3 purnama. Saat kami berjalan di bawah sebuah jalan layang, tiba-iba terdengar suara salam dari arah belakang.

“Assalamu’alaikum ukhti, are you looking for Masjid”, ungkapnya.
“Wa’alaikumsalam”, jawab saya sambil menoleh. Ada seorang gadis bule berhijab coklat dibelakang,Dia langsung mengulurkan tangan dan memeluk saya. Kami pun sedikit berbincang-bincang sebelum dia pergi dengan diiringi ucapan salam. Seorang saudari dari kota London, Inggris.

Dalam perjalanan menuju masjid beberapa kali Nagisa ketinggalan di belakang. Ini hal yang aneh, sangat sangat aneh. Meskipun sejak sebulan yang lalu saya sudah menobatkan diri bisa mengalahkan kecepatan jalan orang Jepang dalam lomba jalan yang saya adakan sendiri saat tiba-tiba bertemu orang Jepang dalam perjalanan dari asrama ke stasiun. Namun saya tak pernah mampu mengalahkan kecepatan jalan sahabat yang satu ini. Rupanya dia sedang memikirkan sesuatu.
Saat kami hendak memasuki pintu masjid, tiba-tiba dia mengatakan

  • ねーヌルン、聞いても良いかなってさー[ne Nurun, kiitemo iikanatte sa-?] (Aku sedang berpikir aku boleh tanya gak ya?)” ungkapnya.



Saya pun menahan sedikit senyuman sambil menjawab “うん、いいよー [un iiyo-] (ya, boleh kok)”.

Kami sudah berteman sekitar empat bulan, dan itu pertama kali saya mendengar dia bertanya menggunakan ungkapan ini, biasanya dia selalu to the point. Dalam bahasa Jepang, jika seseorang bertanya menggunakan kata [kana] apalagi ditambah kata [tte] di bagian belakang kalimat, itu berarti dia ragu apakah pertanyaannya sopan atau tidak, atau apakah dia akan mendapat jawaban atau tidak.
Dia pun melanjutkan, “先会った人知り合えなの?[saki atta hito shiriai nano?] (emangnya kamu kenal dengan orang yang barusan kita temui?)”
  • ううん、初めてあったんだよ[uun, hajimete attan dayo] (gak kok, baru ketemu ini)” jawab saya.
Dia pun terkejut, dan bertanya, “ kenapa kalian seperti sudah sangat dekat?”.
Saya pun menjelakan, “Dalam islam kami diajarkan ada enam hak muslim terhadap muslim lainnya, salah satunya adalah mengucapkan salam sebab salam itu adalah doa. Ungkapan salam السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ artinya semoga keselamatan dan rahmat Allah, serta keberkahan-Nya terlimpah kepada mu.  Kemudian, saya juga menjawabnya dengan doa yang sama dengan megatakan وَعَلَيْكُمْ لسَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ yang artinya semoga keselamatan dan rahmat Allah, serta keberkahan-Nya terlimpah juga kepadamu.”

“Eee!” ungkapnya heran. Dia pun melanjutkan, “てなんでmy sisterと読み続けたの?[te nande my sister to yomitsuzuketano?] terus kenapa die terus-terusan memanggilmu saudara perempuanku?”.

  • えっとねー [etto ne-]”, ungkap saya sambil mencari cara menjelaskan yang mudah dipahami. Ungkapan “etto” dalam bahasa Jepang digunakan untuk menunjukkan pembicara sedang berpikir.
“Dalam Al-Qur’an itu disebutkan semua muslim itu bersaudara”, jawab saya singkat sedikit takut kalau diminta menyebutkan dalam surah apa ada penjelasan tersebut.
  • へーそうなんだ,すごいね![he-, sounanda. sugoine!] (oo, begitu ya. Luar biasa ya!)” ungkapnya.

Setelah saya jelaskan panjang lebar, tentunya dalam bahasa inggris, waktu itu kemampuan bahasa Jepang saya masih sangat terbatas. Nagisa sangat fasih berbicara dalam bahasa inggris, dia memiliki dialek New Yorker yang sangat kental karena dia mahasiswi salah satu universitas bergengsi di Tokyo. Setelah mendengar menjelasan tentang ucapan salam dia semakin penasaran dengan lima lainnya. akhirnya dia mengatakan, “nanti kalau aku main ke kamarmu jelaskan lima sisanya ya?”. Saya pun menelan ludah sendiri, sebab juga kurang paham dengan lima lainnya. Tapi masih bersyukur ada waktu untuk mencari dulu sebelum dia datang. Coba dia tanya waktu itu juga, saya pasti sudah gelagapan.

Menjaga Kehalalan
Saya sampai di kota Xi’an tepat pukul satu tengah malam. Alhamdulillah, bertemu dengan teman dari Indonesia. Sungguh pertemuan yang sangat aneh, ketika mengantri pengurusan imigrasi, saya berdiri tepat di belakang salah satu staff Garuda Indonesia. Dari beliau saya mendapatkankan informasi kalau kemungkinan hanya satu atau dua saja pelajar Indonesia di kota ini. Saya mulai sedikit khawatir dan mencoba menengok ke belakang, mencari orang berwajah Indonesia yang membawa paspor dengan warna senada. Saya melihat seorang perempuan berkaca mata, tepat setelah empat orang di belakang.

Saya pun mengibas-ngibaskan paspor sambil mengatakan, “hey..orang Indonesia?”.

“Ya, orang Indonesia” ungkapnya sambil meloncat kegirangan.

Ternyata kami kuliah di sekolah yang sama, kami pun menunggu dijemput sekolah bersama, namun sampai pukul satu siang belum ada tanda-tanda kalau kami akan dijemput. Perut kami mulai keroncongan, akhirnya memutuskan untuk mencari makanan halal. Sebenarnya teman tersebut non-muslim, namun walaupun saya paksa untuk makan terlebih dahulu dia ngotot tidak mau. Akhirnya dengan sedikit kemampuan membaca kanji (tulisan Jepang) kami memutuskan untuk membeli mie, yang tentunya sudah aku cek. Namun, ketika hendak membayar, tiba-iba dua orang yang terlihat masih duduk di bangku kuliah mendatangi saya, memandangi dari ujung kaki sampai ujung kepala. Salah satu dari mereka ragu-ragu bertanya,
“Are you a Muslim”
Setelah saya mejawab, “ya”, dia pun menjelaskan kalau mie itu tidak halal, kalau di China ada lebel halalnya, tulisannya qingzhen. Itu lah pertama kali, saya berkenalan dengan kata qingzhen. Kemudian seterusnya kami berteman baik, sangat baik.

Cerita yang sama sebenarnya pernah terjadi waktu saya tinggal di Jepang. Dikarenakan kesiangan berangkat sekolah, saya tidak sempat sarapan. Akhirnya mampir di sebuah toko kecil untuk membeli roti. Setalah mengecek tidak ada kanji alkohol, babi dan lemak hewani, saya langsung ke kasir untuk membayar. Kasir terus memendangi, dan akhirnya bertanya,
  • イスラムですか?[isuramu desuka] (apakah Anda orang islam?)” ungkapnya menyederhanakan pertanyaan.
  • 灰 [hai] (ya)” jawabsaya.
  • これはダメです。。。[kore wa dame desu] (ini gak boleh)” hanya itu yang saya pahami dari ungkapannya waktu itu. Karena keterbatasan kemampuan bahasa Jepang, saya hanya mengikut aja dan membeli yang dia sarankan. Tiga bulan kemudian, setelah kemampuan bahasa Jepang meningkat, saya kesana lagi dan sengaja mengambil roti yang sama. Ternyata, ungkapan yang dulunya tidak saya pahami itu adalah di dalam roti itu ada campuran alkoholnya kata orang-orang dari Arab Saudi. Mereka berpesan jika ada muslim yang mau membelinya, tolong informasikan hal tersebut.

Memupuk Sikap Saling Menghargai
Saya sangat suka dengan ungkapan, “Non-Muslims do not read the Quran, they don’t read the Hadith. They read you, so be a good ambassador of Islam.
Pada suatu hari dalam perjalanan ke sekolah, saya transit dari Metro Chiyoda line menujuJR Yamanote line di Otemachi station, tiba-tiba saya distop oleh polisi. Polisinya dengan sopan memberhentikan di tangga. Beliau juga tidak henti-hentinya mengucapkan maaf sambil menundukkan badan khas orang Jepang. Kemudian beliau meminta paspor. Saya memberikan kartu pelajar sambil menjelaskan bahwa saya tidak membawa paspor. Beliau tidak keberatan sama sekali, setelah mengecek kartu pelajar. Beliau mengijinkan saya pergi sambil terus memohon maaf telah menganggu perjalananku ke sekolah. Saya hanya tersenyum, sedikit menundukkan kepala dan mengatakan,

  • いいえ、大丈夫です。どうもありがとうございます [ iie, daijoubu desu, doumo arigatou gozaimasu] (tidak apa-apa kok, terima kasih banyak).

Setelah sampai di sekolah, teman-teman menanyakan kenapa saya datang terlambat. Begitu saya jelaskan, mereka langsung menyambut dengan pertanyaan, “Apa itu karena kamu menggunakan jilbab?”.

Saya pun tersenyum sambil menjawab, “tidak kok, ini sudah kewajiban polisi sebagai penjaga keamanan. Selain itu, saya sama sekali tidak keberatan, Jepang berhak menjaga keamanan negaranya yang memang sudah sangat aman. Bukan berarti mereka mencurigai, buktinya teman-teman dari negara lain juga pernah diberhentikan di jalan untuk dicek secara acak”.

Cerita lain, pada waktu mengambil tes IELTS di Jepang, saya juga diperiksa lebih ketat dibandingkan peserta lain. Pihak penyelenggara meminta dengan sangat sopan untuk membuka dan mengecek jilbab saya di ruang khusus. Bahkan para staff Eiken foundation berkali-kali meminta maaf atas ketidak nyamanan yang mungkin saya rassakan. Ya, begitu lah Jepang. Negeri ini memiliki penduduk yang teramat-sangat sopan. Sehingga saya harus mengatakan kata “大丈夫 [daijoubu] (tidak apa-apa)” berkali-kali.

Sebagai seorang muslim, setelah peristiwa demi peristiwa terjadi yang mengatas namakan islam telah membawa dampak buruk bagi umatnya, namun sekali lagi. Bukan hujatan yang pantas kita lakukan. Marilah kita bersama-sama menjadi agen muslim yang baik. Saya sangat setuju dengan nasehat mbak Hanum Rais (2014, 65-66) dalam bukunya Bulan terbelah di langit Amerika.

“Delapan tahun terlalu sedikit dan pendek untuk mengaburkan luka dan kepedihan bangsa yang tenar sebagai adikuasa dunia ini. Aku tak mau mengecilkan kesedihan dan trauma berkepanjangan mereka. Mereka berhak melalui masa-masa sulit dan meratapi trauma itu hingga waktunya nanti mereka akan kembali seperti semula”. 

Beliau juga menyampaikan (2014: 23) “Menghargai apa yang sudah dianggap biasa di negeri orang meski tampak tak pantas buat ku, adalah pelajaran paling panjang yang menempa diri menjadi pribadi yang gigih untuk selalu toleran”.

Disayangi Semua Orang
Musim semi pertama di Xi’an, sayasempat sakit yang lumayan parah. Kalau flu atau batuk, biasanya dengan minum obat herbal khas Indonesia langsung sembuh. Namun entah kenapa, tidak juga sembuh. Akhirnya salah satu teman dari Pakistan menemani ke rumah sakit terdekat. Dari rumah sakit, saya diberikan obat herbal yang baunya minta ampun dan bahkan saya tidak tahu cara meminumnya. Setelah meminum obat itu, panas dan demam mulai turun. Namun, tiba-tiba saya tidak berhenti muntah, bahkan air putih pun sudah tak mampu lagi masuk ke tenggorokan. Akhirnya saya putuskan untuk meminta tolong seorang teman dari Pakistan, dua orang laki-laki yang satunya saya tidak kenal sama sekali datang membantu. Teman saya lah yang menelponya karena dia berbicara bahasa Mandarin dengan sangat fasih. Satunya lagi sahabat perempuan yang selama ini terus menemani.

Sebelum dokter memeriksa saya ceritakan kondisi dengan detail termasuk obat yang diberikan dokter sebelumnya. Menurut dokter di rumah sakit tersebut saya tidak sakit apa-apa, hanya saja obat yang diberikan oleh rumah sakit sebelumnya melukai lambung, sehingga lambung tidak bisa menerima makanan dengan baik.

Selama sakit itu, gerombolan teman-teman Pakistan mengunjungi empat kali dalam sehari. Pagi, siang dan malam mereka datang untuk memastikan apakah saya sudah makan dan minum obat atau belum. Kemudian sekitar jam 9 atau 10 malam mereka datang lagi untuk mengingatkan apakah saya sudah sholat dan membaca Al-Qur’an. Masih lekat dalam ingatan saat salah satu dari mereka meminta Al-Qur’an. Kemudian dia menulis beberapa surah dan nomor telponya sambil mengatakan,
“Baca surah-surah ini sebelum kamu tidur. Ingat Nurun, obat yang utama itu bukan dari dokter, tapi dari hati dan pikiran kita. Ini nomor telponku, boleh kamu hubungi 24jam kalau butuh bantuan”, ungkap salah satu teman yang yang mendapingi ke rumah sakit.

Pada suatu hari, saat saya masih terkapar lemah tiba-tiba ada yang mengetok pintu. Waktu itu salah satu sahabat dari Vietnam sedang datang menjenguk. Teman tersebut kemudian membukakan pintu.
Saya bertanya dari kamar, “Siapa?”.
Teman tersebut menjawab mungkin temannya teman sekamarmu, sebab dia tahu hampir semua teman saya.
Tamu itu langsung menjawab, “Bukan, apakah Nurun sudah sembuh?”.

Dengan wajah keheranan saya mempersilahkannya masuk. Saya belum pernah bertemu dengan teman ini, namun dari ciri fisiknya bisa ditebak kalau dia dari Pakistan. Dia sedikit marah dan mengatakan kenapa kamu tidak minta tolong aku, aku tinggal di sebelah kamarmu. Ternyata saya terus-terusan mendapat kunjungan dari orang yang bahkan tidak kenal sama sekali karena saat satu orang Pakisan tahu saya sedang sakit, maka seluruh orang Pakistan di kampus tahu. Alhamdulillah, setiap hari saya dikunjungi oleh saudara dari Pakistan.

Teman yang dari Vietnam langsung bilang, “Nurun kamu beruntung ya jadi muslim, begitu banyak orang yang datang menjengukmu bahkan orang-orang yang kamu tidak kenal”. Saya pun menjawabnya dengan senyuman.

Nurun Super Haram
Different pond different fish atau dalam bahasa Jepangnya 郷に入っては、郷に従え [Gō ni haitte wa, gō ni shitagae], dalam bahasa Manadarinya 入郷随俗 [Rùxiāng suísú ] dan dalam bahasa Indonesianya lain lubuk lain ikannya, inilah pribahasa yang selalu diajarkan sejak bangku sekolah dasar (SD) agar kita bisa memahami dan saling menghargai perbedaan. Saat tinggal di Jepang, saya punya lima sabahat berdarah keturunan Jepang atau sering disebut nikkei. Nikkei dinaungui oleh sebuah organisasi yang cukup besar, hingga jika berteman baik dengan salah satu dari mereka maka semua orang nikkei akan menjadi saudara. Mereka berlima adalah sahabat baik sehingga saya sering ikut makan atau jalan-jalan bersama teman-teman nikei lainnya. Kebanyakan dari mereka berasal dari Amerika Latin, dimana budaya di sana saat bertemu dan berpisah mereka selalu berpelukkan. Nah, salah satu sahabat yang sudah seperti kakak sendiri, selalu berteriak, “Yang pakai jilbab itu Nurun”,

“Nurun wa super haram dakara na, do not hug her (kalau Nurun itu super haram, jangan dipeluk ya” saat mengenalkan dengan teman-temannya.

Mereka pun, tertawa sambil mengatakan, “宜しくねヌルンちゃん/yoroshiku ne Nurun chan [mohon bantuannya ya Nurun], sambil mengelus jilbab di kepala saya. Sebenarnya saya belum menemukan padanan kata yang tepat untuk kata yoroshiku, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Banyak penelitian yang mengatakan kalau kata ini tidak ditemukan padanannya dalam bahasa lain selain bahasa Jepang. Oleh karena itu, ijinkan lah saya untuk menerjemahkannnya dengan ungkapan mohon bantuannya di dalam cerita ini.

Terkadang saat sahabat tersebut mengatakan , “Nurun wa super haram dakara na, do not hug her”. Bebera teman becanda dan mengatakan, “But I love you from the bottom of my heart, Nurun”.

Saya pun tertawa sambil menjawab, “私も愛してるよ/watashi mo aishite iru yo (Aku juga mencintai mu kok)”. Mereka pun ikut tertawa.
Dengan segala kerendahan hati, dalam keterbatasan kemampuan bahasa Jepang. Ijinkan lah saya menjelaskan sedikit kenapa menjawab mereka dalam bahasa Jepang dan membuat mereka tertawa. Sebagai keturunan Jepang, kebanyakan dari mereka sangat paham dengan budaya Jepang. Dalam budaya yang berkembang di masyarakat Jepang, ada tiga level cara mengucapkan perasaan. Yang pertama adalah 気になってる [kini natteru] atau dalam bahasa Indonesia bisa dartikan aku mulai tertarik pada mu. Biasanya digunakan saat seseorang suka kepada orang lain. Kemudian 好きだ[suki da] kata suki dalam bahasa Indonesia berarti suka. Namun dalam budaya Jepang, ungkapan ini bisa digunakan untuk menunjukkan cinta. Nah saya megngunakan ungkapan 愛してる[aishiteru], mungkin ungkapan ini sering kita dengar di Indonesia. Namun pada praktiknya orang Jepang sangat jarang menggunakan ungkapan ini. Ai sama dengan bahasa Mandarin berarti cinta. Di Jepang, orang hanya menggunakan ungkapan ini jika perasaan mereka sudah sangat dalam, sering digunakan oleh ibu pada anaknya atau sebaliknya, atau dalam hubungan kakak-beradik. Atau jika itu pasangan, mungkin akan digunakan setelah puluhan tahun menikah.

Saya memilih ungkapan ini, untuk menjawab bahwa saya juga sangat mencintai mereka seperti keluarga sendiri. Dan semua orang langsung tertawa.
0 Comments
    Picture

    Berita

    Memuat berbagai berita penting dalam kategori : Berita Nasional, Berita Internasional, Serambi Tiongkok

    Archives

    January 2021
    December 2020
    November 2020
    October 2020
    August 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    May 2018
    December 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017

    Categories

    All
    Berita Nasional
    Islam Tiongkok
    Muhammadiyah Beijing
    Muhammadiyah China
    Muhammadiyah Nanjing
    Muhammadiyah Shanghai
    Muhammadiyah Tiongkok
    Muhammadiyah Wuhan
    PCIMT Beijing
    PCIM Tiongkok
    PCIMT Shanghai
    PCIMT Wuhan
    PPI Tiongkok
    PRIM Nanjing
    Serambi Tiongkok

    RSS Feed

    Bekerjasama Dengan BPTI UHAMKA

BERANDA
BERITA     
WAWASAN
  

REPORTASE NETIZEN
​OPINI NETIZEN
AGENDA
GALERI
POLING ARTIKEL FAVORITE
Flag Counter
Picture
​

PCIM TIONGKOK
kabarmutiongkok.org
Di Dukung Oleh BPTI UHAMKA